BLOGGER TEMPLATES Funny Pictures

Minggu, 13 Juli 2014

Serpihan Kata yang Tertinggal ; Surat Cinta Untuk Ayah (Naskah Drama)

Sesuai rencana, saya ingin menerapkan "One Day One Note" :3 Tapi berhubung hari ini males nulis, jadi saya mau posting tulisan yang sudah ada di dokumen saja. :p Tulisan ini sebenarnya skenario drama yang dipentaskan oleh kelas saya, X-2, tahun 2011. Drama ini judulnya "Serpihan Kata yang Tertinggal", terinspirasi dari tulisan "Surat Cinta Untuk Ayah" yang saya temukan di grup fb PECINTA NOVEL. Setelah mendapat izin dari admin Astrid untuk menggunakan suratnya dengan editan saya sendiri, saya pun menggabungkannya dengan skenario drama. Silahkan dibaca, maaf kalau lebay / alay :p Tapi dari drama ini, kelas kami dapat juara 2 dari 9 kelas dan membuat para penonton meneteskan air mata, termasuk guru Bahasa Indonesia yang jadi juri. :p
Serpihan Kata yang Tertinggal
            Lyra, seorang gadis manis yang telah ditinggal pergi oleh ibunya untuk selama-lamanya, dia kini tinggal bersama sang ayah yang baik hati dan sangat menyayanginya, namun kecelakaan membuat ayah Lyra lumpuh dan sang ayah merasa tidak sanggup lagi merawat Lyra sendirian, sehingga Lyra terpaksa dititipkan kepada neneknya yang berada di sebuah desa yang terpencil. Disana Lyra disekolahkan di sekolah seni yang sangat membosankan menurut Lyra. Lyra sangat sedih dengan hal itu, dia merasa tidak nyaman dengan lingkungan yang baru, lambat laun sifat Lyra mulai berubah, dan dia mulai benci kepada sang ayah. Pergaulan dan cinta juga membuat sikap Lyra semakin menyimpang dari sikapnya yang manis dulu.

*suatu hari di kelas*
            Suasana di kelas sangat berisik anak-anak tetap berisik walaupun guru sudah duduk di tempat duduknya, mereka tidak menghiraukan keberadaan guru tersebut didalam kelas
       Guru     : “Ehm...!” (guru berdehem)
             Suasana kelas tetap ramai saja
        Guru     : “Baiklah jika kalian tidak mau mengikuti pelajaran saya, lebih baik saya pergi...!”
        Murid1 : “iya pak,pergi saja sana!”
        Murid* : “hahahahahahahahahahaa!”
        Guru:    (marah,kemudian menggebrak meja dan pergi meninggalkan ruang kelas)
(sejenak suasana kelas menjadi hening, anak-anak memperhatikan sang guru yang meninggalkan tempat duduknya dan keluar kelas, setelah guru sudah tidak terlihat, anak-anak tertawa dan suasana kelas kembali ramai)
         Dara     : (menulis di buku hariannya)
         Lulu     :(mengendap-endap dan langsung merebut buku harian Dara untuk di baca di depan kelas)
             “Woy... ada yang lagi nulis buku harian neh...”
         Murid1 :“baca lu ! baca...”
         Lulu     : “oke...” (mau baca buku)
         Dara     : “jangan lu, sini balikin bukunya...!” (merebut buku dari tangan lulu)
         Lulu     : (melempar buku ke Lyra) “Lyra!”
         Lyra     : (menangkap buku Dara, lihat-lihat )
RINDU
Dalam rindu kulahirkan puisi
Hanya namamu yang sanggup kupahat
di tiap bait sederhana.....
(Dara cepapat-cepat merebut buku dari tangan Lyra. Lyra merasa kesal.)
          Murid* : “Ciee...cieee....!” (anak-anak pun menyoraki Dara)
                         (Muka Dara memerah menahan tangis karena malu.)
            Tiba-tiba, datanglah dua orang ke dalam kelas. Anak-anak terdiam melihat dua orang asing tersebut. Kedua orang tersebut yang masih agak muda, terdiri dari seorang laki-laki, dan seorang perempuan yang mendampinginya.
Guru B : “Selamat pagi anak-anak! Perkenalkan, saya guru baru kalian. Kalian dapat memanggil saya Pak Galih.”
Dio       : “Nggak nanya tuh!”
Milla     : “Kita tuh nggak butuh guru baru... sorry aja ya, nggak ada lowongan..”
Asst      : “Bisakah saya memperkenalkan diri?”
Murid* : (masih sibuk sendiri)
Asst      : (menghela nafas) “Nama saya Ratna. Kalian bisa panggil saya Bu Ratna.”
             : “Aku kira masih muda, ternyata udah ibu – ibu...”
Murid* : (tertawa)

Guru B : “Sudah, sudah.. Kami akan menyampaikan kabar baik hari ini. Sebelum Ujian Akhir diadakan, kita mendapat undangan untuk mengirimkan sepasang penyanyi dalam sebuah kontes yang diadakan oleh perusahaan ternama.”
Murid* : (serius mendengarkan keterangan Pak Galih)
Reva     : “Emang apa hadiahnya?”
Guru B : “Hadiahnya cukup menarik. Saya yakin kalian akan suka.”
Lyra     : “Apa itu, Pak?”
Asst      : “Hadiahnya cukup menggiurkan yaitu mendapat beasiswa sekolah seni di Venice, Italia. Karena itu, kami akan mengadakan casting.”
Lyra     : “Castingnya kapan, bu?”
Asst      : “Tiga hari lagi”
Guru B : “Saya harap kalian mempersiapkan diri dengan baik”
            Lyra berlatih giat untuk lolos seleksi itu.Bayang – bayang indah apabila ia lolos seleksi dan memenangkan kontes itu pun terus berputar di otaknya. Ia akan kembali merasakan hidup di kota dan pergi dari desa kecil ini. Sepulang sekolah ia berlatih sendirian di kelas.
Faizal   : “Kamu belum pulang?” (berdiri bersandar di tembok kelas)
Lyra     : “Eh kamu... Aku mau latihan dulu..”
Faizal   : “Segitu minatnya kamu sama kontes itu?”
Lyra     : “Zal, kamu tahu aku udah bosan disini. Aku ingin ke luar negeri. Kalau pun aku gagal, minimal aku bisa kembali ke kota.”
Faizal   : “Gimana dengan kita?”
Lyra     : “Aku akan selalu setia sama kamu.”
Faizal   : “Disana banyak cowok yang lebih keren dari aku. Bisa aja kamu.....”
Lyra     : “Sssstt... Kamu nggak boleh bilang gitu. Aku yakin, LDR nggak akan memisahkan kita. Harusnya sekarang kamu memberikan support ke aku. Kalau kamu begini, aku akan sedih.” 
Faizal   : “Maafin aku ya...”
Lyra     : (tersenyum dan mengangguk)
Hari seleksi pun tiba, mereka maju satu per satu untuk menunjukkan bakat mereka. Lyra pun tampil semaksimal mungkin. Satu per satu peserta gugur. Dua guru itu bingung menentukan yang mana peserta perempuan yang akan  lolos,Lyra atau Dara. Sedangkan Faizal otomatis lolos seleksi karena tak ada kandidat lain yang sama kuatnya. Perundingan panjang dilakukan dua guru muda itu. Akhirnya mereka menetapkan yang terpilih..... Lyra, Dara, dan Faizal tampak tegang.
Asst     : “Kami berdua telah menetapkan siapa yang akan menjadi wakil kita dalam kontes itu.”.
           Guru B : “Dan yang terpilih adalah..... Dara..”
           Lyra     : (kaget) “Apa?”
           Faizal   : (Menemui dua guru itu) “Kenapa Dara?”
           Lyra     : (keluar dari ruang kelas)
   Lyra meninggalkan ruang kelas itu padahal Faizal tengah membelanya. Lyra begitu kecewa dengan keputusan gurunya. Usahanya selama ini sia – sia, begitu pikirnya. Lyra merasa putus asa. Apalagi Faizal yang statusnya sebagai pacarnya harus duet bersama seorang cewek yang menurut gosip suka pada Faizal.
           Lyra     : (masuk rumah dengan emosi)\Nenek  : “Eh, anak gadis kok masuk rumah nggak ngucap salam. Begitu perlakuannya sama nenek?.
            Lyra     : “Maaf, nek..”
            Nenek  : “Jangan cuma minta maaf sama Nenek, minta maaf sama Ayah kamu juga”
            Lyra     : “Ayah?”
           Ayah    : “Surprise.. Ayah akan tinggal disini bersama kamu..”
            Lyra     : “Pekerjaan ayah?”
            Ayah    : “Semua sudah di handle sama...”
            Lyra     : “Ayah nggak usah bohong.. Ayah nggak bisa bohong sama aku..”
            Ayah    : (mengangguk) “Ayah di pecat... Tapi Ayah akan mencari pekerjaan disini.”
 Lyra     : “Disini? Pekerjaan apa yang mungkin Ayah lakukan disini? Dengan kondisi Ayah seperti itu? Ayah, ini di desa. Nggak banyak macam pekerjaan disini. Di kota aja.....”
            Nenek  : “Lyra! Jaga bicara kamu dengan Ayah kamu!”
            Lyra     : (menunduk)
            Faizal   : “Assalamu’alaikum...”
            A&N    : “Wa’alaikumsalam...”
            Lyra     : “Faizal?”
            Faizal   : “Maaf, apa saya bisa berbicara dengan Lyra?”
Ayah    : “Ya, tentu.. Silahkan, nak.”
Nenek  : “Ardan!”
Ayah    : “Sudahlah, bu.. Mari kita ke dalam..”
Ayah dan Nenek Lyra meninggalkan mereka berdua.
Lyra     : “Ngapain kamu kesini?”
Faizal   : “Aku minta maaf karena nggak bisa merubah keputusan Pak Galih dan Bu Ratna”
Lyra     : “Aku nggak minta kamu melakukan itu.”
Faizal   : “Lyra, aku ingin duet sama kamu. Karena itu, aku mohon sama Pak Galih dan Bu Ratna agar memilih kamu.”
Lyra     : “Oh... Cuma itu kan? Sorry aku sibuk...”
Faizal   : “Oke... Selamat siang.. Aku sayang kamu..”
Lyra     : (menatap kepergian Faizal dan menyesal)
Faizal kecewa dengan sikap Lyra. Namun ia dapat memakluminya karena hatinya sedang terguncang. Faizal pun perlahan melupakan Lyra karena sibuk dengan segala persiapan untuk kontes. Lama – kelamaan  ia dan Dara menjadi akrab. Itu menimbulkan kecemburuan di hati Lyra. Dan berbagai aduan oleh teman – teman Lyra semakin memuat panas hati Lyra..
Reva    : “Ra, emang kamu nggak cemburu lihat Faizal sama Dara?”
Lyra     : “Aku lagi nggak mau ngurusin itu..”
Reva    : “Kok bisa sih kamu ngomong gitu? Kita semua tahu kalau Dara itu suka sama Faizal. Kok kamu malah tenang tenang aja sih? Apa kamu nggak tahu kalau sepulang sekolah mereka biasa berduaan di kelas?”
Lyra     : “Apa?”
Reva    : “Kalau nggak percaya, nanti siang kita buktiin”
Sepulang sekolah, Lyra dan Reva hanya pura – pura keluar kelas. Mereka mengamati Faizal dan Dara yang tengah latihan. Dara meminta untuk diajari bermain gitar oleh Faizal. Lyra pun cemburu melihat itu. Dan Lyra ditemani Reva langsung masuk ke kelas melabrak mereka.
           Lyra     : “Ini yang namanya latihan?”
           Faizal   : “Lho, kok kamu tanya gitu sih? Aku emang latihan..”
           Lyra     : “Latihan kok mesra – mesraan?”
           Faizal   : (tersenyum) “Kamu cemburu? Aku sama Dara tuh nggak ada apa – apa.”
           Dara     : “Iya, Ra.. Kita emang latihan kok..”
Lyra     : “Heh! Dengar baik – baik ya! Walaupun kalian duet, itu bukan berarti kamu bisa merebut Faizal dari aku!”
Dara     : “Ra, ini nggak seperti yang kamu pikirkan..”
Lyra     : “Kamu pikir aku nggak tahu kalau kamu itu suka sama Faizal?! Kamu lagi coba deketin dia kan?”
Reva     : “Udah lah ngaku aja...”
Faizal   : “Reva!!!!”
Dara     : “Ra, itu nggak benar.. Aku...”
Lyra     : “halaaaaaaahhhh... nggak usah ngeles deh kamu!”
Faizal   : “Ra, jangan salah paham dong..”
Lyra     : “Udah lah... Aku capek..”
Faizal   : “Lyra, dengarkan aku dulu.. Biar aku jelaskan..”
Lyra     : “Apa lagi sih? Semua udah jelas..” (melangkah meninggalkan kelas diikuti Reva di belakangnya)
Faizal   : “Lyra.... Dengarkan aku, Ra.. Lyra...”
Dara     : “Maafkan aku, Zal..”
Faizal   : “Ini bukan salah kamu..”
Dara     : “Tapi Lyra cemburu sama aku..”
Faizal   : “Udah lah.. Nggak usah dipikirin..”
Lyra langsung pulang ke rumah. Dia ingin menenangkan diri. Pikiran Lyra benar – benar kacau. Dia merasa tidak ada artinya. Dia kalah seleksi dari Dara, dan sekarang pacarnya justru membela Dara. Hatinya kini dikuasai oleh amarah dan kebencian. Sehingga ia tak bisa berkonsentrasi dalam belajar.
Lyra     : (mencoba menghubungi Faizal)
Faizal   : (hanya ada bunyi operator ‘maaf, nomor yang anda tuju sedang sibuk.. cobalah beberapa saat lagi)
Lyra     : “Lagi ngapain sih dia? Dari tadi nomor hapenya sibuk mulu..”
Faizal   : (menghubungi Lyra)
Lyra     : “Halo? Kamu kenama aja sih? Dari tadi nomor hapemu sibuk mulu? Kamu habis telpon Dara ya?! Iya kan?!”
Faizal   : “Ngomong satu – satu sayang.. jangan nyrocos mulu kaya gitu..”
Lyra     : “Kamu belum jawab aku..”
           Faizal   : “Aku habis ditelpon kakakku.. kenapa sih kamu curigaan banget?”
Lyra     : “Cewek mana yang nggak cemburu melihat cowoknya berduaan dengan cewek lain?”
Faizal   : “Oke, cemburu itu wajar aja.. Tapi ini keterlaluan..”
Lyra     : “Keterlaluan? Kamu membela Dara?”
Faizal   : “Bukan itu maksud aku.. Tapi......”
Lyra     : (menutup telponnya)
Faizal   : “Halo? Lyra? Lyra? Ah, sial.. ditutup..”
Lyra merasa kesal pada Faizal. Saat perasaannya tak karuan, ayahnya menghampirinya dan menyuruhnya belajar.
Ayah    : “Kamu nggak belajar, nak?”
Lyra     : “Nggak ah,, nggak konsen..”
Ayah    : “Sebentar lagi Ujian lho, nak..”
Lyra     : “Aku juga tahu sebentar lagi ujian..”
Ayah    : “Lalu kenapa kamu nggak belajar? Belajar itu baiknya sedikit – sedikit..”
Lyra     : “Aku kan udah bilang, yah.. Aku lagi nggak konsen.”
Ayah    : “Ayah nggak melarang kamu pacaran, tapi kamu jangan campur adukkan urusan pribadi dengan pelajaran.”
Lyra     : “Udah lah, yah... Ayah tuh nggak ngerti apa yang aku rasain... Nggak usah ikut campur deh..”
Ayah    : “Ayah cuma ingin yang terbaik untuk kamu..”
Lyra     : “Yang terbaik? Ayah mengirim aku kesini, apa itu yang terbaik?”
Ayah    : “Kamu ingin tinggal di kota lagi?”
Lyra     : “Apa kurang jelas yang aku omongin dulu waktu ayah mengirim aku kesini? Apa ayah nggak ngerti omonganku?Aku benci keadaan ini! Aku benci Ayah! Ayah itu ayah paling buruk!”
Ayah    : “Kenapa begitu?”
                          Lyra     : “Karna ayah merenggut kebahagiaanku!!”
                          Ayah    : “Apa kamu tidak bahagia dengan ayah?”
                          Lyra     : (diam sejenak) “Sudah, jangan ganggu aku lagi!”
Ayah   : “Ya..Ayah tidak akan mengganggumu lagi. Asal kamu mau menuruti permintaan Ayah.”
                          Lyra     : “Baiklah. Apa?”
                          Ayah    : “Belajarlah, Nak. Kalau kamu sudah lulus, Ayah janji tak akan mengganggumu lagi. Ayah akan mengizinkanmu untuk tinggal di kota. Ayah akan membiarkanmu meraih cita-citamu sendiri.”
                          Lyra     : “Benarkah?”
                          Ayah    : “Ya.. Ayah janji tak akan menganggumu lagi.”

Setelah Lyra mengadakan perjanjian dengan ayahnya, dia menjadi rajin belajar dan perlahan ia lupa dengan Faizal. Sepulang sekolah ia langsung pulang dan belajar di rumah. Lyra pun merasa cukup sukses melewati Ujian.
Sore itu tepatnya sehari sebelum pengumuman ujian, Febri mendatangi rumah Lyra.
Febri    : “Hai, Ra..”
Lyra     : “Eh, kamu Feb.. Ada apa? Tumben kamu kesini?”
Febri    : “Mmm.... Ada sesuatu yang harus kamu tahu...”
Lyra     : “Apa itu?”
Febri    : “Kamu liat aja ini...” (menyodorkan sebuah kamera digital)
Lyra     : (melihat – lihat) “Apa maksudnya ini?”
Febri    : “Maaf, Ra... Sebenarnya anak – anak melarangku memperlihatkan ini padamu.. Mereka nggak mau kamu terluka.. Tapi aku rasa kamu harus tahu..”
Lyra     : “Tolong jelaskan apa maksud foto ini?”
Febri    : “Maaf, Ra.. Reva mengkhianati kamu...”
Lyra     : “Maksudnya?”
Febri    : “Sejak lama dia suka sama Faizal.. Dia nyari – nyari cara untuk merebut Faizal dari kamu..”
Lyra     : “Terus??”
Febri    : “Reva itu memfitnah Dara agar hubungan Faizal dan kamu menjauh.. Dan Reva ambil kesempatan itu buat deketin Faizal.”
Lyra     : “Nggak mungkin! Mereka berdua nggak mungkin nglakuin itu.”
Febri    : “Tapi ini udah ada buktinya.”
Lyra     : “Ah palingan ini cuma foto biasa. Anak-anak kan emang narsis.” (Lyra tetap tak percaya)
Febri    : “Kamu nggak liat apa? Ini tuh foto mesra banget, bukan narsis!”
Lyra     : “Udahlah, aku yakin mereka nggak akan ngekhianatin aku. Mereka tuh orang-orang terbaikku.”
Febri    : “Ya udah kalo kamu nggak percaya. Aku pulang dulu. Maaf udah ganggu.”
Lyra     : “Ya..”
Febri pun pergi dari rumah Lyra. Sebenarnya Lyra agak mengkhawatirkan perkataan Febri juga. Tapi prasangka buruknya tentang Faizal dan Reva ia tepis jauh-jauh. Lyra yakin mereka nggak akan mengkhianatinya. Ia tau, Reva adalah sahabat terbaiknya semenjak ia tinggal di desa. Sedangkan Faizal, ia sangat menyayanginya. Lyra mencoba untuk berpositif thinking.

*Ayah mendekati Lyra*
            Ayah   : “Nak, besok ayah nemenin kamu ambil hasil ujian ya?”
Lyra     : “Nggak ah... Biar aku sendiri aja..”
Ayah    : “Kok gitu? Biar ayah aja ya?”
Lyra     : “Aku bilang biar aku aja, yah..”
Ayah    : “Nak, kamu tahu Ayah ingin sekali menemani kamu ke sekolah..”
Lyra     : “Tapi aku nggak mau ayah.. Ayah di rumah aja lah..”
Ayah    : “Memangnya kenapa sih, nak?”
Lyra     : “Aku bukan anak kecil, ayah.. Aku malu kalau harus pergi sama Ayah.. Udah lah, aku mau tidur..” (melangkah pergi)
Ayah    : (terlihat sedih) “Maafkan ayah, nak...”

Keesokan harinyaLyra berangkat sendiri ke sekolah. Hatinya merasa bahagia dan optimis bahwa dia akan mendapat hasil yang maksimal.
Satu per satu nama siswa dipanggil oleh Bu Ratna.. Beragam ekspresi tersirat dari wajah mereka – mereka yang telah menerima hasil ujian. Kini giliran Lyra. Saat membuka hasil ujiannya, Lyra tersenyum girang. Tak sia – sia usahanya selama ini.
            Ahkirnya Lyra mengambil surat kelulusan sendiri tanpa ditemani sang ayah.  Dan harapannya pun terwujud. Lyra berhasil lulus ujian dengan nilai yang lumayan memuaskan. Lyra sudah menduga hal itu. Karna dia memang sangat berusaha keras demi lulus ujian.
                                 Lyra sangat bersemangat pulang.Ia ingin cepat-cepat menunjukkan pada ayahnya bahwa ia lulus ujian.Sepanjang perjalanan, Lyra membayangkan masa depannya. Ia ingin ke kota, dan hidup di sana seperti dulu. Lyra sudah bosan menjadi gadis desa!
                          Dalam perjalanan pulang, Lyra melihat dua sosok yang sangat dikenalnya sedang berduaan di sebuah taman. Mereka adalah Faizal dan Reva. Mereka  berdua terlihat sangat mesra layaknya sepasang kekasih. Hati Lyra merasa panas, dia pun menghampiri mereka berdua dengan penuh amarah.
Reva    : (terkejut) “Ly..Lyra..???”
                          Faizal   : (terkejut juga melihat Lyra)
                          Lyra     : Oh jadi gini ya?? Selama ini kalian main di belakangku?”
                          Faizal   : ”Lyra..”
                          Lyra     : “Ternyata bener kata orang-orang. Kalian jahat, pengkhianat! Bego banget aku, tetep percaya sama kalian yang udah nghianatin aku terang-terangan.”
                          Reva    : “Bukan gitu Ra...”
                          Lyra     : “Trus apa? Kamu, aku pikir kamu sahabat terbaikku. Tapi kamu malah menghianati kepercayaanku! Sahabat macam apa!!”
                          Faizal   : “Tunggu Ra, aku bisa jelasin ini semua.”
                          Lyra     : “Apa lagi?? Semuanya udah jelas. Kita putus!”
                          Faizal   : “Tapi Ra...!”
                          Lyra     : “Kamu brengsek! Aku benci semua cowok di dunia ini!!”
Lyra pun pergi meninggalkan taman sambil menangis. Saat itu, yang ada di pikirannya hanyalah Ayahnya. Lyra sangat merindukan Ayahnya seperti dulu. Dia sadar, Ayahlah satu-satunya orang yang sangat mencintainya dengan tulus. Lyra sadar, bahwa Ayahlah yang  telah melimpahkan kasih sayang abadi untuknya. Saat itu Lyra merasa ingin memeluk Ayah lagi dan meminta maaf atas segala kelakuannya yang keliru selama ini.
                               Lyra pulang menuju rumah nenek sambil menahan tangis. Ia ingin cepat-cepat bertemu dengan Ayah. Rumah nenek sudah semakin dekat. Lyra melihat banyak orang berdatangan ramai ke rumah nenek. Apa yang terjadi?
Firasat Lyra berkata buruk. Sambil menggenggam erat kertas kelulusannya, Lyra berlari masuk ke rumah. Dada Lyra terasa sesak.
Rasanya semua beban hilang dari hidup Lyra. Bayang – bayang masa depan nan cerah menyelimuti pikirannya. Ia akan mencari pekerjaan di kota dan membawa nenek serta ayahnya ke kota. Mereka akan hidup bahagia. Hidup yang selama ini diidam – idamkan olehnya. Hidup sesuai keinginannya. Pasti akan sangat bahagia jika itu semua terwujud.
Lyra     : “Ada apa ini?”
Orang1 : “Yang sabar ya, Ra..”
Lyra     : “Ada apa sih?”
Orang2 : “Saya turut berduka cita, Lyra..”
Lyra     : “Apa??” (segera masuk ke dalam rumah) “nenek, ayah...”
Nenek  : “Lyra... sayang..”
Lyra     : “Itu siapa, nek?” (memandang sesosok jasad yang terbujur kaku)
Nenek  : “Yang sabar ya, sayang...”
Lyra     : “Ayah mana, nek?” (matanya berkaca – kaca)
Nenek  : “Itu ayah kamu, sayang...”
Lyra     : “Nggak... nggak mungkin...”
Nenek  : “Ayah kamu meninggal sayang...”
Lyra     : “Nggak.. Itu bukan ayah...” (perlahan air mata mengalir membasahi pipi Lyra)
Nenek  : “Ayahmu meninggal saat ia mencoba bangkit dari kursi roda. Dia terbentur benda tumpul sayang... Ayahmu meninggal...”
Lyra     : “Nggak!! Nenek bohong!! Ini bukan Ayah!!” (membuka kain yang menutup wajah ayahnya)
Nenek  : (menatap kasihan pada cucunya)
           Lyra     : “Ayah...? Kenapa ayah disini? Ayah... ini sudah siang... kenapa ayah tidur disini? Ayah,,                  bangun, ayah.. malu... Ayah dilihatin orang banyak.. Kenapa Ayah tidur disini?? (air mata mengucur              deras membasahi pipi Lyra)
           Nenek  : “Lyra...”
           Lyra     : “Ayah... Ayah bangun... Ayah bangun!!”
           Nenek  : “Sudah, sayang.. sudah...” (menangis)
Lyra     : (mengeluarkan surat kelulusan) “Ayah... Ayah lihat... Aku lulus, Ayah.. Aku lulus.. Ayah, kita akan pindah ke kota.. Aku akan cari kerja buat ayah.. Ayah, ayah nggak perlu menepati janji Ayah... Waktu itu aku bercanda, ayah... Ayah bangun... Ayaaaaaahhhhhh!!!”
Nenek  : (memeluk cucunya erat) “Sudah, Lyra.. kasihan ayahmu...”
Lyra     : “Ayaahhhh.... Maafin aku,,... Jangan tinggalkan aku... Ayah banguunnnn...!!”
Lyra begitu terpukul atas kepergian ayahnya.. Musnah sudah semua angan – angan indah kehidupan barunya bersama Ayahnya... Yang tersisa hanyalah serpihan penyesalan atas kelakuannya dulu.
Dengan berlinang air mata, Lyra menulis surat untuk ayahnya di surga..

SURAT CINTA UNTUK AYAH

Terhatur Ayahku Tercinta,

Ayah, tiba-tiba tanganku bergerak ingin menulis sesuatu untukmu. Aku tak tau harus menulis apa, jadilah aku menulis surat yang berisi hidupmu.
Hei Ayah, apakah kau tau bahwa surat ini adalah surat pertama yang ku tulis?
Ya, ini surat pertama dan surat cinta pertamaku. Cinta? Ya…Kau cinta pertamaku.
Bagaimana tidak? Kau slalu hadir di hari-hariku.
Menemani sepi, sedih dan tentu bahagiaku. Dan karna kehadiranmu tanpa absen itu membuatku tumbuh menjadi gadis kecil yang manja.
Bahkan diam-diam aku cemburu, karna kau sangat setia pada Ibu, meskipun dia telah tiada sejak aku lahir ke dunia.
Kau cinta pertamaku, Ayah.

Aku masih ingat ketika Kau mengajariku menulis.
Diatas kertas putih polos tak tersentuh itu kau menuliskan huruf-huruf dan kemudian menjadi rangkaian kalimat. Aku akan menulis ulang di bawah tulisanmu itu.
Sekarang aku mengerti kenapa kau mengajariku, karna kau ingin menerima surat dariku bukan?
Ya, ini aku Ayah. Gadis manjamu yang slalu cemberut saat Kau tak menuruti permintaan anehnya. Tapi dengan ajaibnya Kau mampu mengubahnya dengan senyuman.
Kini aku tak lagi manja, Ayah. Aku jadi kuat karenamu. Nasihatmu yang terkadang membosankan itu ternyata peringatan berharga untukku.
Aku sudah tak manja lagi, Ayah.
Sejak Kau mengajariku membantumu mencari uang. Aku masih ingat saat itu kau ‘lumpuh total’ dan aku pun ikut ‘lumpuh’.
Kau memaksaku tinggal di desa bersama Nenek dan meninggalkanku meninggalkan sahabat-sahabat kotaku.
Saat itu Kau jahat, Ayah!!! Dimataku saat itu Kau adalah seorang lelaki payah!! Yang tak dapat memberikan kebahagiaan untuk anaknya.
Tapi aku sadar, aku salah. Saat menyadari kebahagiaan iu bukan dari harta yang kita punya. Api dari diri kita sendiri.

Kau meninggalkan aku bersama nenek. Setiap hari aku menangis karna merindukanmu.
Hingga suatu malam aku menangis di pinggir sungai desa. Dan apa yang kulihat?
Kunang-kunang!
Makhluk cantik yang hanya aku lihat di buku-buku mahalmu itu. Tadinya hanya ada beberapa ekor. Tapi lama-lama menjadi banyak.
Aku tau…Kau yang mengirimkannya untukku, bukan?

Tak lama setelah itui kau datang, Ayah. Hasratku untuk bermanja denganmu muncul. Padahal aku sudah 18 tahun waktu itu.
Dan saat itu pun aku tengah jatuh cinta pada seorang pemuda, Ayah. Padahal ujian sudah dekat dan membuat konsentrasiku berkurang.
Lalu Kau mengingatkanku, agar aku memperhatikan sekolahku
 Dengan wajah cekungmu yang kelelahan itu Kau mencoba tersenyum. Tapi entah mengapa aku membalasnya dengan kata-kata yang sangat kasar.
Maaf Ayah….
Aku sadar aku hanya bisa meminta, menuntut darimu. Namun aku tak memberikan sesuatu yang seharusnya aku berikan untukmu. Aku slalu menuntut hak ku, tapi tak pernah menjalankan kewajibanku.
Sampai-sampai kau berjanji tak akan menggangguku lagi jika aku lulus ujian.
Maaf Ayah…
Saat itu aku bilang kau ‘Ayah Terburuk’. Padahal sudah jelas, kau Ayah terbaik nomor satu di dunia.
Mungkin hatimu sakit mendengarnya, tapi kenapa kau malah tersenyum?

Ayah, saat aku benar-benar mencintai seorang lelaki, kenapa ia mengkhianatiku?
Apa cintanya palsu?
Kenapa cintanya tak seperti kasih tulusmu?
Saat itu aku sadar, Ayah..
Kaulah satu-satunya lelaki yang memberiku kasih sayang abadi..
Kaulah cinta pertama dan sejatiku, Ayah..

Tapi kenapa saat aku ingin kembali padamu, saat aku ingin memelukmu lagi,
Kau malah pergi meninggalkanku, Ayah?
Kau pergi meninggalkanku untuk selama-lamanya..
Taukah Ayah, saat itu aku benar-benar sangat hancur.
Aku tak tau apa aku bisa melewati hidup yang berat ini tanpamu..

Aku jatuh, dan duduk di tanah. Kakiku tak kuat lagi menahan beban yang ada.
Air mata membanjiri wajahku. Namun mulutku tak lagi memanggilmu.
Aku menangis dalam diam.
Tahukah kau Ayah, kenapa aku begitu?
Karna aku sadar, itu semua salahku! Aku memaksamu untuk beranji padaku dan Tuhan untuk tak lagi menggangguku. Dan itu ternyata SELAMANYA…!!!
Dan…ternyata Tuhan mendengar janjimu, dan mengabulkannya.
Seharusnya aku tau…kau selalu tepat akan janjimu.
Air mataku tak terbendung saat melihat tubuh kakumu. Ku sentuh kulitmu yang kaku itu, dinginnn. Beda sekali dengan sentuhan hangatmu.
Ku kecup pipimu, berharap kelopak mata itu terbuka sedikiiitt saja. Seperti dulu, saat ku kecup pipimu untuk membangunkanmu dari tidurmu.
Ayahhh…kenapa kau tidur?? Apakah kau mimpi indah?
Sepertinya iya. Karna ku lihat raut wajahmu seperti biasanya. Bibirmu seperti terangkat, menandakan bahwa kau tersenyum.
Aku memelukmu, Ayah. Namun tak lagi ku dengar suara detak jantungmu. Tak lagi kudengar darahmu mengalir di balik kulitmu.
Kau sudah tiada ya Ayahhh…?? Tapi aku janji…kau akan slalu hidup di hatiku.
Lalu tiba saatnya ragamu menjauh dariku. Di timbun oleh tanah merah yang dingin itu. Aku hanya diam. Tak tahu harus bagaimana.
Yang aku pikirkan saat itu, aku hanya ingin bersamamu. Bolehkah aku menemanimu??
Ayahh…Temanku, sahabatku, cinta pertamaku…Maafkan aku…Aku hanya ingin kau tau, Ayah…Aku merindukanmu…Aku mencintaimu….

Gadis Manjamu,
Lyra

♫♫♫



0 komentar: