Sesuai rencana, saya ingin menerapkan "One Day One Note" :3 Tapi berhubung hari ini males nulis, jadi saya mau posting tulisan yang sudah ada di dokumen saja. :p Tulisan ini sebenarnya skenario drama yang dipentaskan oleh kelas saya, X-2, tahun 2011. Drama ini judulnya "Serpihan Kata yang Tertinggal", terinspirasi dari tulisan "Surat Cinta Untuk Ayah" yang saya temukan di grup fb PECINTA NOVEL. Setelah mendapat izin dari admin Astrid untuk menggunakan suratnya dengan editan saya sendiri, saya pun menggabungkannya dengan skenario drama. Silahkan dibaca, maaf kalau lebay / alay :p Tapi dari drama ini, kelas kami dapat juara 2 dari 9 kelas dan membuat para penonton meneteskan air mata, termasuk guru Bahasa Indonesia yang jadi juri. :p
Serpihan Kata yang Tertinggal
Lyra, seorang gadis
manis yang telah ditinggal pergi oleh ibunya untuk selama-lamanya, dia kini
tinggal bersama sang ayah yang baik hati dan sangat menyayanginya, namun
kecelakaan membuat ayah Lyra lumpuh dan sang ayah merasa tidak sanggup lagi
merawat Lyra sendirian, sehingga Lyra terpaksa dititipkan kepada neneknya yang
berada di sebuah desa yang terpencil. Disana Lyra disekolahkan di sekolah seni
yang sangat membosankan menurut Lyra. Lyra sangat sedih dengan hal itu, dia
merasa tidak nyaman dengan lingkungan yang baru, lambat laun sifat Lyra mulai
berubah, dan dia mulai benci kepada sang ayah. Pergaulan dan cinta juga membuat
sikap Lyra semakin menyimpang dari sikapnya yang manis dulu.
*suatu hari di kelas*
Suasana di kelas sangat berisik
anak-anak tetap berisik walaupun guru sudah duduk di tempat duduknya, mereka
tidak menghiraukan keberadaan guru tersebut didalam kelas
Guru :
“Ehm...!” (guru berdehem)
Suasana
kelas tetap ramai saja
Guru : “Baiklah jika kalian tidak mau mengikuti
pelajaran saya, lebih baik saya pergi...!”
Murid1 :
“iya pak,pergi saja sana!”
Murid* :
“hahahahahahahahahahaa!”
Guru:
(marah,kemudian menggebrak meja dan pergi meninggalkan ruang kelas)
(sejenak
suasana kelas menjadi hening, anak-anak memperhatikan sang guru yang meninggalkan
tempat duduknya dan keluar kelas, setelah guru sudah tidak terlihat, anak-anak
tertawa dan suasana kelas kembali ramai)
Dara :
(menulis di buku hariannya)
Lulu :(mengendap-endap dan langsung merebut buku
harian Dara untuk di baca di depan kelas)
“Woy...
ada yang lagi nulis buku harian neh...”
Murid1 :“baca
lu ! baca...”
Lulu :
“oke...” (mau baca buku)
Dara :
“jangan lu, sini balikin bukunya...!” (merebut buku dari tangan lulu)
Lulu :
(melempar buku ke Lyra) “Lyra!”
Lyra :
(menangkap buku Dara, lihat-lihat )
RINDU
Dalam rindu kulahirkan puisi
Hanya namamu yang sanggup kupahat
di tiap bait sederhana.....
(Dara
cepapat-cepat merebut buku dari tangan Lyra. Lyra merasa kesal.)
Murid* :
“Ciee...cieee....!” (anak-anak pun menyoraki Dara)
(Muka
Dara memerah menahan tangis karena malu.)
Tiba-tiba, datanglah dua orang ke
dalam kelas. Anak-anak terdiam melihat dua orang asing tersebut. Kedua orang
tersebut yang masih agak muda, terdiri dari seorang laki-laki, dan seorang
perempuan yang mendampinginya.
Guru B : “Selamat pagi anak-anak!
Perkenalkan, saya guru baru kalian. Kalian dapat memanggil saya Pak Galih.”
Dio : “Nggak nanya tuh!”
Milla : “Kita tuh nggak butuh
guru baru... sorry aja ya, nggak ada lowongan..”
Asst : “Bisakah saya
memperkenalkan diri?”
Murid* : (masih sibuk sendiri)
Asst : (menghela nafas) “Nama
saya Ratna. Kalian bisa panggil saya Bu Ratna.”
: “Aku kira masih
muda, ternyata udah ibu – ibu...”
Murid* : (tertawa)
Guru
B : “Sudah, sudah.. Kami akan menyampaikan
kabar baik hari ini. Sebelum Ujian Akhir diadakan, kita mendapat undangan untuk
mengirimkan sepasang penyanyi dalam sebuah kontes yang diadakan oleh perusahaan
ternama.”
Murid* : (serius mendengarkan keterangan Pak Galih)
Reva : “Emang apa hadiahnya?”
Guru
B : “Hadiahnya cukup menarik. Saya yakin
kalian akan suka.”
Lyra : “Apa itu, Pak?”
Asst : “Hadiahnya cukup menggiurkan yaitu
mendapat beasiswa sekolah seni di Venice, Italia. Karena itu, kami akan
mengadakan casting.”
Lyra : “Castingnya kapan, bu?”
Asst : “Tiga hari lagi”
Guru
B : “Saya harap kalian mempersiapkan diri
dengan baik”
Lyra
berlatih giat untuk lolos seleksi itu.Bayang – bayang indah apabila ia lolos
seleksi dan memenangkan kontes itu pun terus berputar di otaknya. Ia akan
kembali merasakan hidup di kota dan pergi dari desa kecil ini. Sepulang sekolah
ia berlatih sendirian di kelas.
Faizal : “Kamu belum pulang?”
(berdiri bersandar di tembok kelas)
Lyra : “Eh kamu... Aku mau
latihan dulu..”
Faizal : “Segitu minatnya kamu
sama kontes itu?”
Lyra :
“Zal, kamu tahu aku udah bosan disini. Aku ingin ke luar negeri. Kalau pun aku
gagal, minimal aku bisa kembali ke kota.”
Faizal : “Gimana dengan kita?”
Lyra : “Aku akan selalu setia
sama kamu.”
Faizal : “Disana banyak cowok
yang lebih keren dari aku. Bisa aja kamu.....”
Lyra :
“Sssstt... Kamu nggak boleh bilang gitu. Aku yakin, LDR nggak akan memisahkan
kita. Harusnya sekarang kamu memberikan support ke aku. Kalau kamu begini, aku
akan sedih.”
Faizal :
“Maafin aku ya...”
Lyra :
(tersenyum dan mengangguk)
Hari seleksi pun tiba, mereka maju satu
per satu untuk menunjukkan bakat mereka. Lyra pun tampil semaksimal mungkin.
Satu per satu peserta gugur. Dua guru itu bingung menentukan yang mana peserta
perempuan yang akan lolos,Lyra atau
Dara. Sedangkan Faizal otomatis lolos seleksi karena tak ada kandidat lain yang
sama kuatnya. Perundingan panjang dilakukan dua guru muda itu. Akhirnya mereka
menetapkan yang terpilih..... Lyra, Dara, dan Faizal tampak tegang.
Asst :
“Kami berdua telah menetapkan siapa yang akan menjadi wakil kita dalam kontes
itu.”.
Guru B : “Dan yang terpilih adalah..... Dara..”
Lyra : (kaget) “Apa?”
Faizal : (Menemui dua guru itu) “Kenapa Dara?”
Lyra : (keluar dari ruang kelas)
Lyra meninggalkan ruang kelas itu padahal Faizal tengah membelanya.
Lyra begitu kecewa dengan keputusan gurunya. Usahanya selama ini sia – sia,
begitu pikirnya. Lyra merasa putus asa. Apalagi Faizal yang statusnya sebagai
pacarnya harus duet bersama seorang cewek yang menurut gosip suka pada Faizal.
Lyra : (masuk rumah dengan emosi)\Nenek :
“Eh, anak gadis kok masuk rumah nggak ngucap salam. Begitu perlakuannya sama
nenek?.
Lyra : “Maaf, nek..”
Nenek : “Jangan cuma minta maaf sama Nenek, minta
maaf sama Ayah kamu juga”
Lyra : “Ayah?”
Ayah : “Surprise.. Ayah akan tinggal disini
bersama kamu..”
Lyra : “Pekerjaan ayah?”
Ayah : “Semua sudah di handle sama...”
Lyra : “Ayah nggak usah bohong.. Ayah nggak bisa
bohong sama aku..”
Ayah : (mengangguk) “Ayah di pecat... Tapi Ayah
akan mencari pekerjaan disini.”
Lyra :
“Disini? Pekerjaan apa yang mungkin Ayah lakukan disini? Dengan kondisi Ayah
seperti itu? Ayah, ini di desa. Nggak banyak macam pekerjaan disini. Di kota
aja.....”
Nenek : “Lyra! Jaga bicara kamu dengan Ayah kamu!”
Lyra : (menunduk)
Faizal : “Assalamu’alaikum...”
A&N : “Wa’alaikumsalam...”
Lyra : “Faizal?”
Faizal : “Maaf, apa saya bisa berbicara dengan
Lyra?”
Ayah : “Ya, tentu.. Silahkan,
nak.”
Nenek : “Ardan!”
Ayah : “Sudahlah, bu.. Mari
kita ke dalam..”
Ayah dan Nenek Lyra meninggalkan mereka
berdua.
Lyra : “Ngapain kamu kesini?”
Faizal :
“Aku minta maaf karena nggak bisa merubah keputusan Pak Galih dan Bu Ratna”
Lyra :
“Aku nggak minta kamu melakukan itu.”
Faizal :
“Lyra, aku ingin duet sama kamu. Karena itu, aku mohon sama Pak Galih dan Bu
Ratna agar memilih kamu.”
Lyra :
“Oh... Cuma itu kan? Sorry aku sibuk...”
Faizal :
“Oke... Selamat siang.. Aku sayang kamu..”
Lyra : (menatap kepergian Faizal dan menyesal)
Faizal kecewa dengan sikap Lyra. Namun ia
dapat memakluminya karena hatinya sedang terguncang. Faizal pun perlahan
melupakan Lyra karena sibuk dengan segala persiapan untuk kontes. Lama –
kelamaan ia dan Dara menjadi akrab. Itu
menimbulkan kecemburuan di hati Lyra. Dan berbagai aduan oleh teman – teman
Lyra semakin memuat panas hati Lyra..
Reva :
“Ra, emang kamu nggak cemburu lihat Faizal sama Dara?”
Lyra :
“Aku lagi nggak mau ngurusin itu..”
Reva :
“Kok bisa sih kamu ngomong gitu? Kita semua tahu kalau Dara itu suka sama
Faizal. Kok kamu malah tenang tenang aja sih? Apa kamu nggak tahu kalau sepulang
sekolah mereka biasa berduaan di kelas?”
Lyra :
“Apa?”
Reva :
“Kalau nggak percaya, nanti siang kita buktiin”
Sepulang sekolah, Lyra dan Reva hanya
pura – pura keluar kelas. Mereka mengamati Faizal dan Dara yang tengah latihan.
Dara meminta untuk diajari bermain gitar oleh Faizal. Lyra pun cemburu melihat
itu. Dan Lyra ditemani Reva langsung masuk ke kelas melabrak mereka.
Lyra : “Ini yang namanya latihan?”
Faizal : “Lho, kok kamu tanya gitu sih? Aku emang
latihan..”
Lyra : “Latihan kok mesra – mesraan?”
Faizal : (tersenyum) “Kamu cemburu? Aku sama Dara
tuh nggak ada apa – apa.”
Dara : “Iya, Ra.. Kita emang latihan kok..”
Lyra :
“Heh! Dengar baik – baik ya! Walaupun kalian duet, itu bukan berarti kamu bisa
merebut Faizal dari aku!”
Dara :
“Ra, ini nggak seperti yang kamu pikirkan..”
Lyra :
“Kamu pikir aku nggak tahu kalau kamu itu suka sama Faizal?! Kamu lagi coba
deketin dia kan?”
Reva :
“Udah lah ngaku aja...”
Faizal :
“Reva!!!!”
Dara :
“Ra, itu nggak benar.. Aku...”
Lyra :
“halaaaaaaahhhh... nggak usah ngeles deh kamu!”
Faizal :
“Ra, jangan salah paham dong..”
Lyra :
“Udah lah... Aku capek..”
Faizal :
“Lyra, dengarkan aku dulu.. Biar aku jelaskan..”
Lyra :
“Apa lagi sih? Semua udah jelas..” (melangkah meninggalkan kelas diikuti Reva
di belakangnya)
Faizal :
“Lyra.... Dengarkan aku, Ra.. Lyra...”
Dara :
“Maafkan aku, Zal..”
Faizal :
“Ini bukan salah kamu..”
Dara :
“Tapi Lyra cemburu sama aku..”
Faizal : “Udah lah.. Nggak usah dipikirin..”
Lyra langsung pulang ke rumah. Dia ingin
menenangkan diri. Pikiran Lyra benar – benar kacau. Dia merasa tidak ada
artinya. Dia kalah seleksi dari Dara, dan sekarang pacarnya justru membela
Dara. Hatinya kini dikuasai oleh amarah dan kebencian. Sehingga ia tak bisa
berkonsentrasi dalam belajar.
Lyra :
(mencoba menghubungi Faizal)
Faizal :
(hanya ada bunyi operator ‘maaf, nomor yang anda tuju sedang sibuk.. cobalah
beberapa saat lagi)
Lyra :
“Lagi ngapain sih dia? Dari tadi nomor hapenya sibuk mulu..”
Faizal :
(menghubungi Lyra)
Lyra :
“Halo? Kamu kenama aja sih? Dari tadi nomor hapemu sibuk mulu? Kamu habis
telpon Dara ya?! Iya kan?!”
Faizal :
“Ngomong satu – satu sayang.. jangan nyrocos mulu kaya gitu..”
Lyra :
“Kamu belum jawab aku..”
Faizal : “Aku habis ditelpon kakakku.. kenapa sih
kamu curigaan banget?”
Lyra :
“Cewek mana yang nggak cemburu melihat cowoknya berduaan dengan cewek lain?”
Faizal :
“Oke, cemburu itu wajar aja.. Tapi ini keterlaluan..”
Lyra :
“Keterlaluan? Kamu membela Dara?”
Faizal :
“Bukan itu maksud aku.. Tapi......”
Lyra :
(menutup telponnya)
Faizal :
“Halo? Lyra? Lyra? Ah, sial.. ditutup..”
Lyra merasa kesal pada Faizal. Saat
perasaannya tak karuan, ayahnya menghampirinya dan menyuruhnya belajar.
Ayah :
“Kamu nggak belajar, nak?”
Lyra :
“Nggak ah,, nggak konsen..”
Ayah :
“Sebentar lagi Ujian lho, nak..”
Lyra :
“Aku juga tahu sebentar lagi ujian..”
Ayah : “Lalu kenapa kamu nggak
belajar? Belajar itu baiknya sedikit – sedikit..”
Lyra : “Aku kan udah bilang,
yah.. Aku lagi nggak konsen.”
Ayah :
“Ayah nggak melarang kamu pacaran, tapi kamu jangan campur adukkan urusan
pribadi dengan pelajaran.”
Lyra :
“Udah lah, yah... Ayah tuh nggak ngerti apa yang aku rasain... Nggak usah ikut
campur deh..”
Ayah :
“Ayah cuma ingin yang terbaik untuk kamu..”
Lyra :
“Yang terbaik? Ayah mengirim aku kesini, apa itu yang terbaik?”
Ayah :
“Kamu ingin tinggal di kota lagi?”
Lyra :
“Apa kurang jelas yang aku omongin dulu waktu ayah mengirim aku kesini? Apa
ayah nggak ngerti omonganku?Aku benci keadaan ini! Aku benci Ayah! Ayah itu
ayah paling buruk!”
Ayah : “Kenapa begitu?”
Lyra : “Karna ayah merenggut kebahagiaanku!!”
Ayah : “Apa kamu tidak bahagia dengan ayah?”
Lyra : (diam sejenak) “Sudah, jangan ganggu aku
lagi!”
Ayah :
“Ya..Ayah tidak akan mengganggumu lagi. Asal kamu mau menuruti permintaan
Ayah.”
Lyra : “Baiklah. Apa?”
Ayah : “Belajarlah, Nak. Kalau kamu sudah lulus,
Ayah janji tak akan mengganggumu lagi. Ayah akan mengizinkanmu untuk tinggal di
kota. Ayah akan membiarkanmu meraih cita-citamu sendiri.”
Lyra : “Benarkah?”
Ayah : “Ya.. Ayah janji tak akan menganggumu
lagi.”
Setelah Lyra mengadakan perjanjian dengan
ayahnya, dia menjadi rajin belajar dan perlahan ia lupa dengan Faizal. Sepulang
sekolah ia langsung pulang dan belajar di rumah. Lyra pun merasa cukup sukses
melewati Ujian.
Sore itu tepatnya sehari sebelum
pengumuman ujian, Febri mendatangi rumah Lyra.
Febri :
“Hai, Ra..”
Lyra :
“Eh, kamu Feb.. Ada apa? Tumben kamu kesini?”
Febri :
“Mmm.... Ada sesuatu yang harus kamu tahu...”
Lyra :
“Apa itu?”
Febri :
“Kamu liat aja ini...” (menyodorkan sebuah kamera digital)
Lyra :
(melihat – lihat) “Apa maksudnya ini?”
Febri :
“Maaf, Ra... Sebenarnya anak – anak melarangku memperlihatkan ini padamu..
Mereka nggak mau kamu terluka.. Tapi aku rasa kamu harus tahu..”
Lyra :
“Tolong jelaskan apa maksud foto ini?”
Febri :
“Maaf, Ra.. Reva mengkhianati kamu...”
Lyra :
“Maksudnya?”
Febri :
“Sejak lama dia suka sama Faizal.. Dia nyari – nyari cara untuk merebut Faizal
dari kamu..”
Lyra :
“Terus??”
Febri :
“Reva itu memfitnah Dara agar hubungan Faizal dan kamu menjauh.. Dan Reva ambil
kesempatan itu buat deketin Faizal.”
Lyra :
“Nggak mungkin! Mereka berdua nggak mungkin nglakuin itu.”
Febri :
“Tapi ini udah ada buktinya.”
Lyra : “Ah palingan ini cuma
foto biasa. Anak-anak kan emang narsis.” (Lyra tetap tak percaya)
Febri :
“Kamu nggak liat apa? Ini tuh foto mesra banget, bukan narsis!”
Lyra : “Udahlah, aku yakin
mereka nggak akan ngekhianatin aku. Mereka tuh orang-orang terbaikku.”
Febri :
“Ya udah kalo kamu nggak percaya. Aku pulang dulu. Maaf udah ganggu.”
Lyra :
“Ya..”
Febri pun pergi dari rumah Lyra. Sebenarnya
Lyra agak mengkhawatirkan perkataan Febri juga. Tapi prasangka buruknya tentang
Faizal dan Reva ia tepis jauh-jauh. Lyra yakin mereka nggak akan
mengkhianatinya. Ia tau, Reva adalah sahabat terbaiknya semenjak ia tinggal di
desa. Sedangkan Faizal, ia sangat menyayanginya. Lyra mencoba untuk berpositif
thinking.
*Ayah mendekati Lyra*
Ayah : “Nak, besok ayah nemenin kamu ambil hasil ujian ya?”
Lyra :
“Nggak ah... Biar aku sendiri aja..”
Ayah :
“Kok gitu? Biar ayah aja ya?”
Lyra :
“Aku bilang biar aku aja, yah..”
Ayah :
“Nak, kamu tahu Ayah ingin sekali menemani kamu ke sekolah..”
Lyra :
“Tapi aku nggak mau ayah.. Ayah di rumah aja lah..”
Ayah :
“Memangnya kenapa sih, nak?”
Lyra :
“Aku bukan anak kecil, ayah.. Aku malu kalau harus pergi sama Ayah.. Udah lah,
aku mau tidur..” (melangkah pergi)
Ayah : (terlihat sedih)
“Maafkan ayah, nak...”
Keesokan harinyaLyra berangkat sendiri ke
sekolah. Hatinya merasa bahagia dan optimis bahwa dia akan mendapat hasil yang
maksimal.
Satu per satu nama siswa dipanggil oleh
Bu Ratna.. Beragam ekspresi tersirat dari wajah mereka – mereka yang telah
menerima hasil ujian. Kini giliran Lyra. Saat membuka hasil ujiannya, Lyra
tersenyum girang. Tak sia – sia usahanya selama ini.
Ahkirnya Lyra mengambil surat kelulusan
sendiri tanpa ditemani sang ayah. Dan
harapannya pun terwujud. Lyra berhasil lulus ujian dengan nilai yang lumayan
memuaskan. Lyra sudah menduga hal itu. Karna dia memang sangat berusaha keras
demi lulus ujian.
Lyra sangat bersemangat pulang.Ia
ingin cepat-cepat menunjukkan pada ayahnya bahwa ia lulus ujian.Sepanjang
perjalanan, Lyra membayangkan masa depannya. Ia ingin ke kota, dan hidup di
sana seperti dulu. Lyra sudah bosan menjadi gadis desa!
Dalam perjalanan pulang, Lyra
melihat dua sosok yang sangat dikenalnya sedang berduaan di sebuah taman.
Mereka adalah Faizal dan Reva. Mereka
berdua terlihat sangat mesra layaknya sepasang kekasih. Hati Lyra merasa
panas, dia pun menghampiri mereka berdua dengan penuh amarah.
Reva : (terkejut) “Ly..Lyra..???”
Faizal : (terkejut juga melihat Lyra)
Lyra : Oh jadi gini ya?? Selama ini kalian main
di belakangku?”
Faizal : ”Lyra..”
Lyra : “Ternyata bener kata orang-orang. Kalian
jahat, pengkhianat! Bego banget aku, tetep percaya sama kalian yang udah
nghianatin aku terang-terangan.”
Reva : “Bukan gitu Ra...”
Lyra : “Trus apa? Kamu, aku pikir kamu sahabat
terbaikku. Tapi kamu malah menghianati kepercayaanku! Sahabat macam apa!!”
Faizal : “Tunggu Ra, aku bisa jelasin ini semua.”
Lyra : “Apa lagi?? Semuanya udah jelas. Kita
putus!”
Faizal : “Tapi Ra...!”
Lyra : “Kamu brengsek! Aku benci semua cowok di
dunia ini!!”
Lyra pun pergi meninggalkan taman sambil menangis. Saat itu, yang ada
di pikirannya hanyalah Ayahnya. Lyra sangat merindukan Ayahnya seperti dulu.
Dia sadar, Ayahlah satu-satunya orang yang sangat mencintainya dengan tulus.
Lyra sadar, bahwa Ayahlah yang telah
melimpahkan kasih sayang abadi untuknya. Saat itu Lyra merasa ingin memeluk
Ayah lagi dan meminta maaf atas segala kelakuannya yang keliru selama ini.
Lyra
pulang menuju rumah nenek sambil menahan tangis. Ia ingin cepat-cepat bertemu
dengan Ayah. Rumah nenek sudah semakin dekat. Lyra melihat banyak orang
berdatangan ramai ke rumah nenek. Apa yang terjadi?
Firasat Lyra berkata buruk. Sambil menggenggam erat kertas
kelulusannya, Lyra berlari masuk ke rumah. Dada Lyra terasa sesak.
Rasanya semua beban hilang dari hidup
Lyra. Bayang – bayang masa depan nan cerah menyelimuti pikirannya. Ia akan
mencari pekerjaan di kota dan membawa nenek serta ayahnya ke kota. Mereka akan
hidup bahagia. Hidup yang selama ini diidam – idamkan olehnya. Hidup sesuai
keinginannya. Pasti akan sangat bahagia jika itu semua terwujud.
Lyra :
“Ada apa ini?”
Orang1 :
“Yang sabar ya, Ra..”
Lyra :
“Ada apa sih?”
Orang2 :
“Saya turut berduka cita, Lyra..”
Lyra :
“Apa??” (segera masuk ke dalam rumah) “nenek, ayah...”
Nenek :
“Lyra... sayang..”
Lyra :
“Itu siapa, nek?” (memandang sesosok jasad yang terbujur kaku)
Nenek :
“Yang sabar ya, sayang...”
Lyra :
“Ayah mana, nek?” (matanya berkaca – kaca)
Nenek :
“Itu ayah kamu, sayang...”
Lyra :
“Nggak... nggak mungkin...”
Nenek :
“Ayah kamu meninggal sayang...”
Lyra : “Nggak.. Itu bukan
ayah...” (perlahan air mata mengalir membasahi pipi Lyra)
Nenek :
“Ayahmu meninggal saat ia mencoba bangkit dari kursi roda. Dia terbentur benda
tumpul sayang... Ayahmu meninggal...”
Lyra :
“Nggak!! Nenek bohong!! Ini bukan Ayah!!” (membuka kain yang menutup wajah
ayahnya)
Nenek :
(menatap kasihan pada cucunya)
Lyra : “Ayah...? Kenapa ayah disini? Ayah... ini
sudah siang... kenapa ayah tidur disini? Ayah,, bangun, ayah.. malu... Ayah
dilihatin orang banyak.. Kenapa Ayah tidur disini?? (air mata mengucur deras
membasahi pipi Lyra)
Nenek : “Lyra...”
Lyra : “Ayah... Ayah bangun... Ayah bangun!!”
Nenek : “Sudah, sayang.. sudah...” (menangis)
Lyra :
(mengeluarkan surat kelulusan) “Ayah... Ayah lihat... Aku lulus, Ayah.. Aku
lulus.. Ayah, kita akan pindah ke kota.. Aku akan cari kerja buat ayah.. Ayah,
ayah nggak perlu menepati janji Ayah... Waktu itu aku bercanda, ayah... Ayah
bangun... Ayaaaaaahhhhhh!!!”
Nenek :
(memeluk cucunya erat) “Sudah, Lyra.. kasihan ayahmu...”
Lyra : “Ayaahhhh.... Maafin
aku,,... Jangan tinggalkan aku... Ayah banguunnnn...!!”
Lyra begitu terpukul atas kepergian ayahnya.. Musnah sudah semua angan
– angan indah kehidupan barunya bersama Ayahnya... Yang tersisa hanyalah
serpihan penyesalan atas kelakuannya dulu.
Dengan berlinang air mata, Lyra menulis surat untuk ayahnya di surga..
SURAT CINTA UNTUK AYAH
Terhatur
Ayahku Tercinta,
Ayah, tiba-tiba tanganku bergerak ingin menulis sesuatu untukmu. Aku tak tau
harus menulis apa, jadilah aku menulis surat yang berisi hidupmu.
Hei Ayah, apakah kau tau bahwa surat ini adalah surat pertama yang ku tulis?
Ya,
ini surat pertama dan surat cinta pertamaku. Cinta? Ya…Kau cinta pertamaku.
Bagaimana tidak? Kau slalu hadir di hari-hariku.
Menemani
sepi, sedih dan tentu bahagiaku. Dan karna kehadiranmu tanpa absen itu
membuatku tumbuh menjadi gadis kecil yang manja.
Bahkan
diam-diam aku cemburu, karna kau sangat setia pada Ibu, meskipun dia telah
tiada sejak aku lahir ke dunia.
Kau
cinta pertamaku, Ayah.
Aku
masih ingat ketika Kau mengajariku menulis.
Diatas
kertas putih polos tak tersentuh itu kau menuliskan huruf-huruf dan kemudian
menjadi rangkaian kalimat. Aku akan menulis ulang di bawah tulisanmu itu.
Sekarang
aku mengerti kenapa kau mengajariku, karna kau ingin menerima surat dariku
bukan?
Ya, ini aku Ayah. Gadis manjamu yang slalu cemberut saat Kau tak menuruti
permintaan anehnya. Tapi dengan ajaibnya Kau mampu mengubahnya dengan senyuman.
Kini aku tak lagi manja, Ayah. Aku jadi kuat karenamu. Nasihatmu yang terkadang
membosankan itu ternyata peringatan berharga untukku.
Aku sudah tak manja lagi, Ayah.
Sejak
Kau mengajariku membantumu mencari uang. Aku masih ingat saat itu kau ‘lumpuh
total’ dan aku pun ikut ‘lumpuh’.
Kau memaksaku tinggal di desa bersama Nenek dan meninggalkanku meninggalkan
sahabat-sahabat kotaku.
Saat
itu Kau jahat, Ayah!!! Dimataku saat itu Kau adalah seorang lelaki payah!! Yang
tak dapat memberikan kebahagiaan untuk anaknya.
Tapi aku sadar, aku salah. Saat menyadari kebahagiaan iu bukan dari harta yang
kita punya. Api dari diri kita sendiri.
Kau meninggalkan aku bersama nenek. Setiap hari aku menangis karna
merindukanmu.
Hingga
suatu malam aku menangis di pinggir sungai desa. Dan apa yang kulihat?
Kunang-kunang!
Makhluk cantik yang hanya aku lihat di buku-buku mahalmu itu. Tadinya hanya ada
beberapa ekor. Tapi lama-lama menjadi banyak.
Aku
tau…Kau yang mengirimkannya untukku, bukan?
Tak
lama setelah itui kau datang, Ayah. Hasratku untuk bermanja denganmu muncul.
Padahal aku sudah 18 tahun waktu itu.
Dan saat itu pun aku tengah jatuh cinta pada seorang pemuda, Ayah. Padahal ujian
sudah dekat dan membuat konsentrasiku berkurang.
Lalu Kau mengingatkanku, agar aku memperhatikan sekolahku
Dengan wajah cekungmu yang kelelahan itu Kau
mencoba tersenyum. Tapi entah mengapa aku membalasnya dengan kata-kata yang
sangat kasar.
Maaf Ayah….
Aku sadar aku hanya bisa meminta, menuntut darimu. Namun aku tak memberikan
sesuatu yang seharusnya aku berikan untukmu. Aku slalu menuntut hak ku, tapi
tak pernah menjalankan kewajibanku.
Sampai-sampai
kau berjanji tak akan menggangguku lagi jika aku lulus ujian.
Maaf Ayah…
Saat
itu aku bilang kau ‘Ayah Terburuk’. Padahal sudah jelas, kau Ayah terbaik nomor
satu di dunia.
Mungkin hatimu sakit mendengarnya, tapi kenapa kau malah tersenyum?
Ayah,
saat aku benar-benar mencintai seorang lelaki, kenapa ia mengkhianatiku?
Apa
cintanya palsu?
Kenapa
cintanya tak seperti kasih tulusmu?
Saat
itu aku sadar, Ayah..
Kaulah
satu-satunya lelaki yang memberiku kasih sayang abadi..
Kaulah
cinta pertama dan sejatiku, Ayah..
Tapi
kenapa saat aku ingin kembali padamu, saat aku ingin memelukmu lagi,
Kau
malah pergi meninggalkanku, Ayah?
Kau
pergi meninggalkanku untuk selama-lamanya..
Taukah
Ayah, saat itu aku benar-benar sangat hancur.
Aku
tak tau apa aku bisa melewati hidup yang berat ini tanpamu..
Aku jatuh, dan duduk di tanah. Kakiku tak kuat lagi menahan beban yang ada.
Air
mata membanjiri wajahku. Namun mulutku tak lagi memanggilmu.
Aku
menangis dalam diam.
Tahukah kau Ayah, kenapa aku begitu?
Karna
aku sadar, itu semua salahku! Aku memaksamu untuk beranji padaku dan Tuhan
untuk tak lagi menggangguku. Dan itu ternyata SELAMANYA…!!!
Dan…ternyata Tuhan mendengar janjimu, dan mengabulkannya.
Seharusnya aku tau…kau selalu tepat akan janjimu.
Air mataku tak terbendung saat melihat tubuh kakumu. Ku sentuh kulitmu yang
kaku itu, dinginnn. Beda sekali dengan sentuhan hangatmu.
Ku kecup pipimu, berharap kelopak mata itu terbuka sedikiiitt saja. Seperti
dulu, saat ku kecup pipimu untuk membangunkanmu dari tidurmu.
Ayahhh…kenapa kau tidur?? Apakah kau mimpi indah?
Sepertinya
iya. Karna ku lihat raut wajahmu seperti biasanya. Bibirmu seperti terangkat,
menandakan bahwa kau tersenyum.
Aku memelukmu, Ayah. Namun tak lagi ku dengar suara detak jantungmu. Tak lagi
kudengar darahmu mengalir di balik kulitmu.
Kau sudah tiada ya Ayahhh…?? Tapi aku janji…kau akan slalu hidup di hatiku.
Lalu tiba saatnya ragamu menjauh dariku. Di timbun oleh tanah merah yang dingin
itu. Aku hanya diam. Tak tahu harus bagaimana.
Yang
aku pikirkan saat itu, aku hanya ingin bersamamu. Bolehkah aku menemanimu??
Ayahh…Temanku, sahabatku, cinta pertamaku…Maafkan aku…Aku hanya ingin kau tau,
Ayah…Aku merindukanmu…Aku mencintaimu….
Gadis Manjamu,
Lyra
♫♫♫