BLOGGER TEMPLATES Funny Pictures

Minggu, 20 Juli 2014

Tak Mampu Mendua

Postingan kali ini masih melankolis, hehe. inspirasi dari lagunya Kahitna yang berjudul "Tak Mampu Mendua". Ada yang pernah mengalami kisah seperti ini? Pasti sangat menggalaukan. Saya aja menghayati lagunya dan nulis ceritanya jadi ikutan galau, eh. Tapi, galau itu indah. :p

TAK MAMPU MENDUA
Kau, masih ingatkah denganku? Aku tiba-tiba rindu dan berandai-andai tentang masa lalu. Tentang aku, dirimu, dirinya.
Seandainya kau lebih dulu mengutarakan cinta daripada dia, pasti ceritanya akan berbeda. Mungkin kau lah yang akan mendapatkan hatiku. Aku pikir selama ini kebersamaan kita hanya sebatas teman, sahabat, atau sekedar kakak-adik. Namun ternyata kau menyimpan rasa lebih. Dan harus kuakui, aku juga sempat menyimpan rasa yang sama. Rasa yang harus aku tepis dengan cepat demi kesetiaan. Rasa yang jika kubiarkan, akan membuatku mengkhianati dirinya.     
Maaf dan terima kasih. Mungkin kata-kata itu yang paling sering kuucapkan padamu. Begitu banyak yang telah kau berikan padaku. Kebaikanmu, kesabaranmu, dan kebesaran cintamu. Aku sungguh tak pantas mendapatkannya. Aku pun tak sanggup membalasnya. Bahkan, aku tak sanggup memenuhi satu-satunya permintaanmu untuk tetap berada di sisimu. Ya, kau tak berharap aku memberikan segalanya. Kau hanya ingin aku bersamamu. Itu saja. Meski aku juga bersamanya. Katamu, kau rela jadi yang kedua. Namun maaf, aku tak mampu mendua. Aku tak mau membagi cinta, mengkhianatinya, menyakitimu, dan membohongi hatiku.
       Saat ini, perpisahan adalah jalan yang terbaik. Kau pun telah memutuskan pergi dan menghilang dari kehidupanku. Katamu, itu demi kebahagiaanku, kau rela terluka. Aku merasa sangat bersalah. Salahkah aku memilihnya? Apakah jika aku memilihmu, dia juga akan terluka sepertimu? Ah, sudahlah. Hatiku sudah terlanjur tertambat padanya. Aku pun tak mampu meninggalkannya, meski berulang kali telah kucoba. Maafkan aku, karena kau yang harus kulepaskan.
       Aku tau ini berat bagimu, begitu juga bagiku. Namun inilah pilihan terbaik, meski menyakitkan. Percayalah, kau takkan terus-terusan terluka lagi. Kau harus bahagia di sana, seperti aku bahagia karena pengorbananmu. Namun kau harus tau, melepas bukan berarti melupakan. Ya, sampai kapanpun, aku tak bisa melupakan kenangan bersamamu. Meski begitu, aku tetap tak mampu mendua.
ØØØØØ


Tak Mampu Mendua - Kahitna
Pernah ku menyimpan cinta
Tertulis di lembar kisah
Namun kau hilang 'tuk menjauh
Pergi dan meninggalkan cerita

Mendua aku tak mampu
Mengikat cinta bersama denganmu
Maaf jika kau terluka
Saat aku memilih dirinya

Kusesali semua salahku
Yang tak pernah meninggalkan dia
Air mata kusimpan di sana
Jika kuingat tentang dirimu

Andai aku dapat menata jalanku

'Kan kucari jalan yang tak bernestapa

Rabu, 16 Juli 2014

SAKIT HATI

Biasanya, dari sebuah cerita lahir sebuah lagu. Kali ini saya ingin menulis cerita dari sebuah lagu. Lagu yang sangat dalam dan galau, Sakit Hati - Yovie & Nuno.
SAKIT HATI
          Aku pikir aku telah mendapatkan segalanya. Aku pikir akulah yang menang. Aku pikir kebahagiaan ini akan abadi. Namun aku salah, segalanya berubah, begitu cepat. Mimpi-mimpi yang telah kita rajut begitu cepat kau hancurkan. Angan-angan yang selama ini kita bangun begitu mudah kau patahkan. Tapi aku tak menyalahkanmu. Dari awal, akulah yang merebutmu dari dia. Akulah yang memisahkan kalian dan menghancurkan mimpi-mimpi kalian yang mungkin jauh lebih indah daripada mimpi kita.
          Aku pikir selama ini kau bahagia denganku. Aku pikir selama ini aku yang paling mengerti dirimu. Kelirukah aku? Apakah kau hanya berpura-pura bahagia di hadapanku padahal hatimu tersiksa? Katamu, aku mengekangmu. Padahal, itu demi kebaikanmu agar tak sembarangan bergaul dengan orang lain. Ya, aku begitu khawatir kau terpikat dengan pria lain di luar sana. Namun tindakanku itu justru membuatmu tak nyaman. Salahkah aku? Aku hanya ingin kau menjadi milikku satu.
          Tapi sudahlah, sekarang kau telah memilih kembali padanya. Katamu hatimu memilihnya, meski kau bilang aku jauh lebih hebat darinya. Ah, itu justru membuatku semakin sakit. Kenapa tak kau bilang saja kalau aku pria yang buruk? Agar aku sadar, aku tak pantas bersanding denganmu. Tapi kau selalu bilang bahwa kaulah yang tak pantas bersamaku. Katamu, aku terlalu baik dan sempurna. Apa aku harus jadi orang jahat? Atau, itu cara penolakanmu yang halus agar aku tak sakit hati?
          Taukah kau, seberapa sakitnya hatiku, cintaku tetap utuh. Tak berkurang sama sekali. Kau tetap jadi satu-satunya wanita yang paling aku cinta, yang paling ingin kujadikan istriku. Meskipun aku tau, harapan itu sudah sirna. Sudahlah tak usah pedulikan lagi aku. Aku telah melepasmu untuk dia. Aku ikhlas kau kembali padanya. Mungkin inilah caraku untuk mengerti kau seutuhnya. Inilah caraku mencintaimu dengan melepasmu untuk pilihan hatimu. Tapi kau harus berjanji kau akan bahagia dengannya, dengan begitu pengorbananku tak sia-sia. Aku di sini juga akan berbahagia, seperti yang kau pinta, meski aku tak yakin bisa.



SAKIT HATI by Yovie & Nuno
Ku tahu engkau pasti tahu
Betapa hancurnya aku
Bunga yang dulu begitu indah
Perginya entah kemana
Aku sakit, aku sakit hati
Kau terbangkan ku ke awan
Lalu jatuhkan ke dasar jurang
Aku sakit dan ku tak mengerti
Kau berikan mimpi indah
Namun kenyataan tak seindah mimpi
Sadar kini cinta tak berbalas
Dulu ku tak pernah menduga kau
Memberi harapan palsu
Genggam tangan dan senyuman itu
Seolah mengikat hati
Sendiri lagi, sendiri aku, sendiri aku lagi
Dimanakah cintamu yang selama ini untukku

Bukan Maya, Tapi Nyata (Naskah Film)

Kali ini saya posting skenario film yang saya buat untuk lomba film saat kelas XI IPA 4. Masih amatiran sih, asal nulis aja, belum tau cara nulis skenario yang baik :3 Ceritanya mungkin aneh, tapi berkat kerja sama dari sutradara, kru, dan para pemain, film kelas kami berhasil menduduki peringkat 3 dari 9 kelas. Gak dapat juara sih, karena yang diambil juara cuma juara 1 dan 2. :hammer:

BUKAN MAYA, TAPI NYATA

Scene 1

Tempat:
Waktu            : Pagi Hari (jam 06.00)

Di pagi hari, sebelum berangkat sekolah, Chaca menyalakan komputernya
Chaca  : (terpaku di depan laptop sambil membuka situs facebook, lalu update status=>
“BUKAN MAYA, TAPI NYATA” )
Caca    : ( tanpa dialog )

Scene 2

Tempat: Kelas
Waktu            : Pagi Hari

            (Chaca duduk di pojok kelas sambil menulis sesuatu di diarynya.)

            Aku ingin hidup menjadi manusia seutuhnya..
Manusia sebagai makhluk individu dan sosial..
Aku ingin seperti mereka..
Memiliki banyak teman di dekatnya…
Namun hidupku jauh dari semua itu..
Karna aku adalah seseorang yang terasing..
di kehidupan sosial, di dunia nyata ini..

            Bel istirahat pun berdering. Anak-anak berhamburan dari tempat duduknya. Kelas yang tadinya hening pun menjadi bising. Beberapa anak keluar kelas menuju ke kantin, ada juga yang tinggal di kelas untuk ngobrol-ngobrol dengan yang lain atau sekedar bermain gitar dan bernyanyi bersama.
            Sementara itu di sudut ruangan, Chaca hanya menatap mereka dengan tatapan sendu. Ia menutup diarynya lalu keluar kelas.
Ryan   : (mengendap-endap menuju bangku Chaca lalu mengambil buku diary Chaca yang ditinggal di laci meja kemudian membacanya diam-diam dan segera mengembalikannya)

Scene 3

Tempat: Di rumah Chaca
Waktu            : Siang Hari

            @ Kamar Chaca
            Siang hari sepulang sekolah, Chaca langsung merebahkan diri di kasur tanpa mengganti seragamnya terlebih dahulu. Dia buka laptopnya kemudian online lagi.
            Ibu       : Cha..makan dulu.. (membuka pintu kamar Chaca)
            Chaca  : Iya Bu, bentar. (masih menatap laptopnya)
            Ibu       : Ya udah, itu seragamnya diganti dulu lah.
            Chaca  : Iya, Bu.
            Ibu       : (keluar dari kamar Chaca)

            @Ruang Keluarga
Ayah   : (baru pulang kerja) Chaca mana Bu?
Ibu       : Itu, di kamar. Ckck Ibu heran akhir-akhir ini Chaca sibuk terus sama laptop dan hpnya. Tiap hari cuma ngurusin itu, sampai lupa makan juga. Ibu jadi khawatir sama dia. (muka gelisah)
Ayah   : Maklum lah, anak muda jaman sekarang kan lagi seneng-senengnya main di dunia maya. Biarin aja dia, biar bisa punya banyak teman.
Ibu       : Tapi Yah, Ibu takut kalo dia sampai terjerumus, apalagi ketemu orang gak bener! Ayah tau kan, sekarang ini banyak penculikan akibat dunia maya itu!
Ayah   : Iya, iya. Nanti Ayah bilangin.
Ibu       : (masuk kamar sambil membawa tas kerja Ayah)
Ayah   : (melongok ke dalam kamar Chaca tanpa berkata apa-apa sambil geleng-geleng kepala)
Chaca  : (masih asyik online sambil memasang headset)


Scene 4

Tempat: Di Kelas
Waktu            : Pagi Hari

Pagi yang cerah mengiringi anak-anak yang berdatangan ke ruang kelas satu per satu. Sedangkan Chaca sudah sedari tadi sedia di bangku pojoknya sambil mengotak-atik HPnya.
Anak 1 : Woy temen-temen, gimana rencana kita buat acara liburan besok? (berdiri di depan kelas)
Anak 2: Ke pantai aja!
Anak 3: Jangan, ombaknya gede!
Anak 4: Ya udah naik gunung aja!
Anak 3: Ah capek boo!
Anak 5: Mending ke Kebun binatang aja!
Anak 3: Hari gini ke kebun binatang??
Anak 2: Ah apa-apa protes mulu! (toyor anak 3)
Anak 1 : Udah, sekarang masing-masing anak maunya gimana? (Tanya ke semua anak satu per satu, kecuali Chaca)
Chaca yang merasa tak dianggappun membenamkan kepalanya di meja. Air matanya sedikit menetes karena menahan sakit hati. Chaca bangun lagi lalu mengambil buku diary dan mulai mencoret-coretnya.
            AKU TAK BUTUH KALIAN LAGI!
            KALIAN YANG TAK PERNAH MENGANGGAPKU!
            KALIAN YANG TAK PERNAH MELIHATKU ADA!
            KALIAN KIRA AKU APA?
AKU BUKAN PATUNG!
AKU BISA HIDUP TANPA KALIAN!
AKU TAK BUTUH KEPEDULIAN KALIAN!
KARNA AKU MASIH PUNYA MEREKA!
MEREKA YANG BISA MELIHAT DAN MENERIMAKU,
WALAUPUN TAK NYATA!

Chaca kembali menundukkan kepalanya. Kali ini dia mengeluarkan hpnya dan online lagi.
Sementara itu, Ryan memperhatikannya dengan tatapan prihatin.

Scene 5

Tempat: Di kamar Chaca
Waktu            : Malam Hari

Chaca  : (sibuk di depan laptop)
Ayah   : Cha, gak belajar? (masuk ke kamar Chaca)
Chaca  : Udah yah..
Ayah   : Kapan? Perasaan kamu dari tadi online terus.
Chaca  : Ya Chaa kan lagi ngobrol sama temen Chaca. Chaca juga pengen ngerasain punya banyak temen Yah..
Ayah   : Iya, Ayah tau. Tapi jangan berlebihan, sampai lupa waktu. Kalau kamu ingin punya banyak teman, harusnya kamu sering-sering bersosialisasi sama teman-teman sekolahmu dulu.
Chaca  : Iya, iyaa.. (menutup laptopnya, lalu mengambil buku pelajaran)
Ayah   : (keluar, menutup pintu kamar)

Scene 6

Tempat: Di kelas (berkali-kali)
Waktu            : Siang Hari

Tiap hari sikap Chaca semakin cuek terhadap teman-temannya. Hanya handphone lah sahabat sejatinya. Makin hari, teman-teman sekelasnya juga sudah tak menghiraukannya lagi. Mereka saling cuek.


Scene 7

Tempat: Di Warnet
Waktu            : Siang Hari

(Ryan mengotak-atik komputer –cuma keliatan tangannya- , hingga akhirnya berhasil membobol aku seseorang, akun Chaca)


Scene 8

Tempat: Di kelas
Waktu            : Pagi Hari

@ Depan Kelas
Chaca melangkahkan kakinya menuju kelas, pagi ini dia datang agak terlambat tak sepagi biasanya. Anak-anak sudah tiba di sekolah terlebih dahulu. Sebagian dari mereka duduk berjejer di depan kelas sambil mengobrol dan bermain gitar. Tapi sikap mereka berubah saat melihat Chaca. Mereka yang biasanya tak acuh berubah menjadi sinis, bahkan ada yang menyindirnya. Chaca pun bingung dengan sikap mereka, apa yang salah dengan dirinya?
Chaca masuk ke kelas dan tambah heran ketika melihat anak-anak yang di dalam kelas sedang bergerombol mengerumuni laptop. Beberapa dari mereka terkejut melihat kedatangan Chaca.
Chaca  meletakkan tas di bangkunya kemudian duduk. Ia mengambil HPnya untuk online. Betapa terkejutnya dia saat melihat profilnya penuh dengan kata-kata kotor yang tak pantas diumbar di jejaring sosial –sensor. Dia pun menghampiri gerombolan anak-anak yang mengerumuni laptop, ternyata benar mereka sedang melihat profil Chaca.
Anak 6: Eeh Chaca.. (kaget, mencoba menutupi laptopnya)
Chaca  : Aku udah tau. Tapi sumpah, bukan aku yang nulis itu semua! (muka merah menahan tangis)
Anak 7: Trus siapa?
Chaca  : Aku gak tau.. (menitikkan air mata)
Anak 6: Iya, kita percaya kamu gak bakalan nglakuin itu kok. Hmm tapi siapa ya?
Chaca  : Gak tau, gak ada orang lain yang tau passwordnya kecuali aku.
Anak 8: Ada yang ngehack akunmu Cha..
Chaca  : Tapi siapa? Kenapa tega banget sama aku? T-T
Anak” : (menggelengkan kepala)

Sementara itu..
Ryan   : (menguping dari bangkunya sambil berpura-pura membaca buku)

Anak 8: Udahlah Cha, gak usah terlalu dipikirin..
Chaca  : Tapi orang-orang ngira kalau semua itu aku sendiri yang nulis!
Anak 7: Tapi nyatanya bukan kamu kan? Udahlah, gak usah dipermasalahkan. Lagian itu juga Cuma di dunia maya kan?
Anak 6: Ya, jadikan ini sebagai pelajaran buat kamu kalo dunia maya itu gak selamanya baik. Internet bisa punya manfaat, bisa juga punya akibat buruk. Jadi kita emang harus selektif & pinter ngendaliin diri biar gak terjerumus ke hal yang gak baik.
Chaca  : Iya, sekarang aku ngerti. Selama ini aku emang udah dibutakan dunia maya. Aku hanya ngerasa gak dipeduliin lagi, tapi aku salah, aku melupakan kalian yang begitu care sama aku. Aku beruntung banget punya temen kayak kalian. Makasih ya, udah ngingetin aku.. (terharu)
Anak 8: Sama-sama Cha, kami seneng kalo kamu ngerti. Kami juga seneng kalo kamu mau sahabatan sama kami.
Anak 6: Iya, aku juga seneng kalo kamu mau bersosiallisasi sama kita-kita. Mulai sekarang tinggalin dunia maya, hiduplah di untuk nyata!
Chaca  : Iya, iya.. (tersenyum) Duniaku bukan dunia maya, tapi nyata...

Rian     : (melirik sambil tersenyum penuh arti)

*******************************************************************************
*Ini soundtrack filmnya. Teman sekelas saya yang jago musik yang nyiptain, sementara liriknya dari saya.

Bukan Maya, Tapi Nyata

Kucoba berpaling dari dunia
Beralih ke dunia lain
Hingga jiwa tertutup maya
Hidup pun tak tentu arah

Aku tau itu bukan duniaku
Dunia fatamorgana maya
Tak ada kedamaian meski banyak kesenangan
Namun bukan itu yang kubutuhkan

Aku hanya ingin jadi bagian mereka
Mereka yg benar-benar ada
Bukan maya, tapi nyata 

Minggu, 13 Juli 2014

Serpihan Kata yang Tertinggal ; Surat Cinta Untuk Ayah (Naskah Drama)

Sesuai rencana, saya ingin menerapkan "One Day One Note" :3 Tapi berhubung hari ini males nulis, jadi saya mau posting tulisan yang sudah ada di dokumen saja. :p Tulisan ini sebenarnya skenario drama yang dipentaskan oleh kelas saya, X-2, tahun 2011. Drama ini judulnya "Serpihan Kata yang Tertinggal", terinspirasi dari tulisan "Surat Cinta Untuk Ayah" yang saya temukan di grup fb PECINTA NOVEL. Setelah mendapat izin dari admin Astrid untuk menggunakan suratnya dengan editan saya sendiri, saya pun menggabungkannya dengan skenario drama. Silahkan dibaca, maaf kalau lebay / alay :p Tapi dari drama ini, kelas kami dapat juara 2 dari 9 kelas dan membuat para penonton meneteskan air mata, termasuk guru Bahasa Indonesia yang jadi juri. :p
Serpihan Kata yang Tertinggal
            Lyra, seorang gadis manis yang telah ditinggal pergi oleh ibunya untuk selama-lamanya, dia kini tinggal bersama sang ayah yang baik hati dan sangat menyayanginya, namun kecelakaan membuat ayah Lyra lumpuh dan sang ayah merasa tidak sanggup lagi merawat Lyra sendirian, sehingga Lyra terpaksa dititipkan kepada neneknya yang berada di sebuah desa yang terpencil. Disana Lyra disekolahkan di sekolah seni yang sangat membosankan menurut Lyra. Lyra sangat sedih dengan hal itu, dia merasa tidak nyaman dengan lingkungan yang baru, lambat laun sifat Lyra mulai berubah, dan dia mulai benci kepada sang ayah. Pergaulan dan cinta juga membuat sikap Lyra semakin menyimpang dari sikapnya yang manis dulu.

*suatu hari di kelas*
            Suasana di kelas sangat berisik anak-anak tetap berisik walaupun guru sudah duduk di tempat duduknya, mereka tidak menghiraukan keberadaan guru tersebut didalam kelas
       Guru     : “Ehm...!” (guru berdehem)
             Suasana kelas tetap ramai saja
        Guru     : “Baiklah jika kalian tidak mau mengikuti pelajaran saya, lebih baik saya pergi...!”
        Murid1 : “iya pak,pergi saja sana!”
        Murid* : “hahahahahahahahahahaa!”
        Guru:    (marah,kemudian menggebrak meja dan pergi meninggalkan ruang kelas)
(sejenak suasana kelas menjadi hening, anak-anak memperhatikan sang guru yang meninggalkan tempat duduknya dan keluar kelas, setelah guru sudah tidak terlihat, anak-anak tertawa dan suasana kelas kembali ramai)
         Dara     : (menulis di buku hariannya)
         Lulu     :(mengendap-endap dan langsung merebut buku harian Dara untuk di baca di depan kelas)
             “Woy... ada yang lagi nulis buku harian neh...”
         Murid1 :“baca lu ! baca...”
         Lulu     : “oke...” (mau baca buku)
         Dara     : “jangan lu, sini balikin bukunya...!” (merebut buku dari tangan lulu)
         Lulu     : (melempar buku ke Lyra) “Lyra!”
         Lyra     : (menangkap buku Dara, lihat-lihat )
RINDU
Dalam rindu kulahirkan puisi
Hanya namamu yang sanggup kupahat
di tiap bait sederhana.....
(Dara cepapat-cepat merebut buku dari tangan Lyra. Lyra merasa kesal.)
          Murid* : “Ciee...cieee....!” (anak-anak pun menyoraki Dara)
                         (Muka Dara memerah menahan tangis karena malu.)
            Tiba-tiba, datanglah dua orang ke dalam kelas. Anak-anak terdiam melihat dua orang asing tersebut. Kedua orang tersebut yang masih agak muda, terdiri dari seorang laki-laki, dan seorang perempuan yang mendampinginya.
Guru B : “Selamat pagi anak-anak! Perkenalkan, saya guru baru kalian. Kalian dapat memanggil saya Pak Galih.”
Dio       : “Nggak nanya tuh!”
Milla     : “Kita tuh nggak butuh guru baru... sorry aja ya, nggak ada lowongan..”
Asst      : “Bisakah saya memperkenalkan diri?”
Murid* : (masih sibuk sendiri)
Asst      : (menghela nafas) “Nama saya Ratna. Kalian bisa panggil saya Bu Ratna.”
             : “Aku kira masih muda, ternyata udah ibu – ibu...”
Murid* : (tertawa)

Guru B : “Sudah, sudah.. Kami akan menyampaikan kabar baik hari ini. Sebelum Ujian Akhir diadakan, kita mendapat undangan untuk mengirimkan sepasang penyanyi dalam sebuah kontes yang diadakan oleh perusahaan ternama.”
Murid* : (serius mendengarkan keterangan Pak Galih)
Reva     : “Emang apa hadiahnya?”
Guru B : “Hadiahnya cukup menarik. Saya yakin kalian akan suka.”
Lyra     : “Apa itu, Pak?”
Asst      : “Hadiahnya cukup menggiurkan yaitu mendapat beasiswa sekolah seni di Venice, Italia. Karena itu, kami akan mengadakan casting.”
Lyra     : “Castingnya kapan, bu?”
Asst      : “Tiga hari lagi”
Guru B : “Saya harap kalian mempersiapkan diri dengan baik”
            Lyra berlatih giat untuk lolos seleksi itu.Bayang – bayang indah apabila ia lolos seleksi dan memenangkan kontes itu pun terus berputar di otaknya. Ia akan kembali merasakan hidup di kota dan pergi dari desa kecil ini. Sepulang sekolah ia berlatih sendirian di kelas.
Faizal   : “Kamu belum pulang?” (berdiri bersandar di tembok kelas)
Lyra     : “Eh kamu... Aku mau latihan dulu..”
Faizal   : “Segitu minatnya kamu sama kontes itu?”
Lyra     : “Zal, kamu tahu aku udah bosan disini. Aku ingin ke luar negeri. Kalau pun aku gagal, minimal aku bisa kembali ke kota.”
Faizal   : “Gimana dengan kita?”
Lyra     : “Aku akan selalu setia sama kamu.”
Faizal   : “Disana banyak cowok yang lebih keren dari aku. Bisa aja kamu.....”
Lyra     : “Sssstt... Kamu nggak boleh bilang gitu. Aku yakin, LDR nggak akan memisahkan kita. Harusnya sekarang kamu memberikan support ke aku. Kalau kamu begini, aku akan sedih.” 
Faizal   : “Maafin aku ya...”
Lyra     : (tersenyum dan mengangguk)
Hari seleksi pun tiba, mereka maju satu per satu untuk menunjukkan bakat mereka. Lyra pun tampil semaksimal mungkin. Satu per satu peserta gugur. Dua guru itu bingung menentukan yang mana peserta perempuan yang akan  lolos,Lyra atau Dara. Sedangkan Faizal otomatis lolos seleksi karena tak ada kandidat lain yang sama kuatnya. Perundingan panjang dilakukan dua guru muda itu. Akhirnya mereka menetapkan yang terpilih..... Lyra, Dara, dan Faizal tampak tegang.
Asst     : “Kami berdua telah menetapkan siapa yang akan menjadi wakil kita dalam kontes itu.”.
           Guru B : “Dan yang terpilih adalah..... Dara..”
           Lyra     : (kaget) “Apa?”
           Faizal   : (Menemui dua guru itu) “Kenapa Dara?”
           Lyra     : (keluar dari ruang kelas)
   Lyra meninggalkan ruang kelas itu padahal Faizal tengah membelanya. Lyra begitu kecewa dengan keputusan gurunya. Usahanya selama ini sia – sia, begitu pikirnya. Lyra merasa putus asa. Apalagi Faizal yang statusnya sebagai pacarnya harus duet bersama seorang cewek yang menurut gosip suka pada Faizal.
           Lyra     : (masuk rumah dengan emosi)\Nenek  : “Eh, anak gadis kok masuk rumah nggak ngucap salam. Begitu perlakuannya sama nenek?.
            Lyra     : “Maaf, nek..”
            Nenek  : “Jangan cuma minta maaf sama Nenek, minta maaf sama Ayah kamu juga”
            Lyra     : “Ayah?”
           Ayah    : “Surprise.. Ayah akan tinggal disini bersama kamu..”
            Lyra     : “Pekerjaan ayah?”
            Ayah    : “Semua sudah di handle sama...”
            Lyra     : “Ayah nggak usah bohong.. Ayah nggak bisa bohong sama aku..”
            Ayah    : (mengangguk) “Ayah di pecat... Tapi Ayah akan mencari pekerjaan disini.”
 Lyra     : “Disini? Pekerjaan apa yang mungkin Ayah lakukan disini? Dengan kondisi Ayah seperti itu? Ayah, ini di desa. Nggak banyak macam pekerjaan disini. Di kota aja.....”
            Nenek  : “Lyra! Jaga bicara kamu dengan Ayah kamu!”
            Lyra     : (menunduk)
            Faizal   : “Assalamu’alaikum...”
            A&N    : “Wa’alaikumsalam...”
            Lyra     : “Faizal?”
            Faizal   : “Maaf, apa saya bisa berbicara dengan Lyra?”
Ayah    : “Ya, tentu.. Silahkan, nak.”
Nenek  : “Ardan!”
Ayah    : “Sudahlah, bu.. Mari kita ke dalam..”
Ayah dan Nenek Lyra meninggalkan mereka berdua.
Lyra     : “Ngapain kamu kesini?”
Faizal   : “Aku minta maaf karena nggak bisa merubah keputusan Pak Galih dan Bu Ratna”
Lyra     : “Aku nggak minta kamu melakukan itu.”
Faizal   : “Lyra, aku ingin duet sama kamu. Karena itu, aku mohon sama Pak Galih dan Bu Ratna agar memilih kamu.”
Lyra     : “Oh... Cuma itu kan? Sorry aku sibuk...”
Faizal   : “Oke... Selamat siang.. Aku sayang kamu..”
Lyra     : (menatap kepergian Faizal dan menyesal)
Faizal kecewa dengan sikap Lyra. Namun ia dapat memakluminya karena hatinya sedang terguncang. Faizal pun perlahan melupakan Lyra karena sibuk dengan segala persiapan untuk kontes. Lama – kelamaan  ia dan Dara menjadi akrab. Itu menimbulkan kecemburuan di hati Lyra. Dan berbagai aduan oleh teman – teman Lyra semakin memuat panas hati Lyra..
Reva    : “Ra, emang kamu nggak cemburu lihat Faizal sama Dara?”
Lyra     : “Aku lagi nggak mau ngurusin itu..”
Reva    : “Kok bisa sih kamu ngomong gitu? Kita semua tahu kalau Dara itu suka sama Faizal. Kok kamu malah tenang tenang aja sih? Apa kamu nggak tahu kalau sepulang sekolah mereka biasa berduaan di kelas?”
Lyra     : “Apa?”
Reva    : “Kalau nggak percaya, nanti siang kita buktiin”
Sepulang sekolah, Lyra dan Reva hanya pura – pura keluar kelas. Mereka mengamati Faizal dan Dara yang tengah latihan. Dara meminta untuk diajari bermain gitar oleh Faizal. Lyra pun cemburu melihat itu. Dan Lyra ditemani Reva langsung masuk ke kelas melabrak mereka.
           Lyra     : “Ini yang namanya latihan?”
           Faizal   : “Lho, kok kamu tanya gitu sih? Aku emang latihan..”
           Lyra     : “Latihan kok mesra – mesraan?”
           Faizal   : (tersenyum) “Kamu cemburu? Aku sama Dara tuh nggak ada apa – apa.”
           Dara     : “Iya, Ra.. Kita emang latihan kok..”
Lyra     : “Heh! Dengar baik – baik ya! Walaupun kalian duet, itu bukan berarti kamu bisa merebut Faizal dari aku!”
Dara     : “Ra, ini nggak seperti yang kamu pikirkan..”
Lyra     : “Kamu pikir aku nggak tahu kalau kamu itu suka sama Faizal?! Kamu lagi coba deketin dia kan?”
Reva     : “Udah lah ngaku aja...”
Faizal   : “Reva!!!!”
Dara     : “Ra, itu nggak benar.. Aku...”
Lyra     : “halaaaaaaahhhh... nggak usah ngeles deh kamu!”
Faizal   : “Ra, jangan salah paham dong..”
Lyra     : “Udah lah... Aku capek..”
Faizal   : “Lyra, dengarkan aku dulu.. Biar aku jelaskan..”
Lyra     : “Apa lagi sih? Semua udah jelas..” (melangkah meninggalkan kelas diikuti Reva di belakangnya)
Faizal   : “Lyra.... Dengarkan aku, Ra.. Lyra...”
Dara     : “Maafkan aku, Zal..”
Faizal   : “Ini bukan salah kamu..”
Dara     : “Tapi Lyra cemburu sama aku..”
Faizal   : “Udah lah.. Nggak usah dipikirin..”
Lyra langsung pulang ke rumah. Dia ingin menenangkan diri. Pikiran Lyra benar – benar kacau. Dia merasa tidak ada artinya. Dia kalah seleksi dari Dara, dan sekarang pacarnya justru membela Dara. Hatinya kini dikuasai oleh amarah dan kebencian. Sehingga ia tak bisa berkonsentrasi dalam belajar.
Lyra     : (mencoba menghubungi Faizal)
Faizal   : (hanya ada bunyi operator ‘maaf, nomor yang anda tuju sedang sibuk.. cobalah beberapa saat lagi)
Lyra     : “Lagi ngapain sih dia? Dari tadi nomor hapenya sibuk mulu..”
Faizal   : (menghubungi Lyra)
Lyra     : “Halo? Kamu kenama aja sih? Dari tadi nomor hapemu sibuk mulu? Kamu habis telpon Dara ya?! Iya kan?!”
Faizal   : “Ngomong satu – satu sayang.. jangan nyrocos mulu kaya gitu..”
Lyra     : “Kamu belum jawab aku..”
           Faizal   : “Aku habis ditelpon kakakku.. kenapa sih kamu curigaan banget?”
Lyra     : “Cewek mana yang nggak cemburu melihat cowoknya berduaan dengan cewek lain?”
Faizal   : “Oke, cemburu itu wajar aja.. Tapi ini keterlaluan..”
Lyra     : “Keterlaluan? Kamu membela Dara?”
Faizal   : “Bukan itu maksud aku.. Tapi......”
Lyra     : (menutup telponnya)
Faizal   : “Halo? Lyra? Lyra? Ah, sial.. ditutup..”
Lyra merasa kesal pada Faizal. Saat perasaannya tak karuan, ayahnya menghampirinya dan menyuruhnya belajar.
Ayah    : “Kamu nggak belajar, nak?”
Lyra     : “Nggak ah,, nggak konsen..”
Ayah    : “Sebentar lagi Ujian lho, nak..”
Lyra     : “Aku juga tahu sebentar lagi ujian..”
Ayah    : “Lalu kenapa kamu nggak belajar? Belajar itu baiknya sedikit – sedikit..”
Lyra     : “Aku kan udah bilang, yah.. Aku lagi nggak konsen.”
Ayah    : “Ayah nggak melarang kamu pacaran, tapi kamu jangan campur adukkan urusan pribadi dengan pelajaran.”
Lyra     : “Udah lah, yah... Ayah tuh nggak ngerti apa yang aku rasain... Nggak usah ikut campur deh..”
Ayah    : “Ayah cuma ingin yang terbaik untuk kamu..”
Lyra     : “Yang terbaik? Ayah mengirim aku kesini, apa itu yang terbaik?”
Ayah    : “Kamu ingin tinggal di kota lagi?”
Lyra     : “Apa kurang jelas yang aku omongin dulu waktu ayah mengirim aku kesini? Apa ayah nggak ngerti omonganku?Aku benci keadaan ini! Aku benci Ayah! Ayah itu ayah paling buruk!”
Ayah    : “Kenapa begitu?”
                          Lyra     : “Karna ayah merenggut kebahagiaanku!!”
                          Ayah    : “Apa kamu tidak bahagia dengan ayah?”
                          Lyra     : (diam sejenak) “Sudah, jangan ganggu aku lagi!”
Ayah   : “Ya..Ayah tidak akan mengganggumu lagi. Asal kamu mau menuruti permintaan Ayah.”
                          Lyra     : “Baiklah. Apa?”
                          Ayah    : “Belajarlah, Nak. Kalau kamu sudah lulus, Ayah janji tak akan mengganggumu lagi. Ayah akan mengizinkanmu untuk tinggal di kota. Ayah akan membiarkanmu meraih cita-citamu sendiri.”
                          Lyra     : “Benarkah?”
                          Ayah    : “Ya.. Ayah janji tak akan menganggumu lagi.”

Setelah Lyra mengadakan perjanjian dengan ayahnya, dia menjadi rajin belajar dan perlahan ia lupa dengan Faizal. Sepulang sekolah ia langsung pulang dan belajar di rumah. Lyra pun merasa cukup sukses melewati Ujian.
Sore itu tepatnya sehari sebelum pengumuman ujian, Febri mendatangi rumah Lyra.
Febri    : “Hai, Ra..”
Lyra     : “Eh, kamu Feb.. Ada apa? Tumben kamu kesini?”
Febri    : “Mmm.... Ada sesuatu yang harus kamu tahu...”
Lyra     : “Apa itu?”
Febri    : “Kamu liat aja ini...” (menyodorkan sebuah kamera digital)
Lyra     : (melihat – lihat) “Apa maksudnya ini?”
Febri    : “Maaf, Ra... Sebenarnya anak – anak melarangku memperlihatkan ini padamu.. Mereka nggak mau kamu terluka.. Tapi aku rasa kamu harus tahu..”
Lyra     : “Tolong jelaskan apa maksud foto ini?”
Febri    : “Maaf, Ra.. Reva mengkhianati kamu...”
Lyra     : “Maksudnya?”
Febri    : “Sejak lama dia suka sama Faizal.. Dia nyari – nyari cara untuk merebut Faizal dari kamu..”
Lyra     : “Terus??”
Febri    : “Reva itu memfitnah Dara agar hubungan Faizal dan kamu menjauh.. Dan Reva ambil kesempatan itu buat deketin Faizal.”
Lyra     : “Nggak mungkin! Mereka berdua nggak mungkin nglakuin itu.”
Febri    : “Tapi ini udah ada buktinya.”
Lyra     : “Ah palingan ini cuma foto biasa. Anak-anak kan emang narsis.” (Lyra tetap tak percaya)
Febri    : “Kamu nggak liat apa? Ini tuh foto mesra banget, bukan narsis!”
Lyra     : “Udahlah, aku yakin mereka nggak akan ngekhianatin aku. Mereka tuh orang-orang terbaikku.”
Febri    : “Ya udah kalo kamu nggak percaya. Aku pulang dulu. Maaf udah ganggu.”
Lyra     : “Ya..”
Febri pun pergi dari rumah Lyra. Sebenarnya Lyra agak mengkhawatirkan perkataan Febri juga. Tapi prasangka buruknya tentang Faizal dan Reva ia tepis jauh-jauh. Lyra yakin mereka nggak akan mengkhianatinya. Ia tau, Reva adalah sahabat terbaiknya semenjak ia tinggal di desa. Sedangkan Faizal, ia sangat menyayanginya. Lyra mencoba untuk berpositif thinking.

*Ayah mendekati Lyra*
            Ayah   : “Nak, besok ayah nemenin kamu ambil hasil ujian ya?”
Lyra     : “Nggak ah... Biar aku sendiri aja..”
Ayah    : “Kok gitu? Biar ayah aja ya?”
Lyra     : “Aku bilang biar aku aja, yah..”
Ayah    : “Nak, kamu tahu Ayah ingin sekali menemani kamu ke sekolah..”
Lyra     : “Tapi aku nggak mau ayah.. Ayah di rumah aja lah..”
Ayah    : “Memangnya kenapa sih, nak?”
Lyra     : “Aku bukan anak kecil, ayah.. Aku malu kalau harus pergi sama Ayah.. Udah lah, aku mau tidur..” (melangkah pergi)
Ayah    : (terlihat sedih) “Maafkan ayah, nak...”

Keesokan harinyaLyra berangkat sendiri ke sekolah. Hatinya merasa bahagia dan optimis bahwa dia akan mendapat hasil yang maksimal.
Satu per satu nama siswa dipanggil oleh Bu Ratna.. Beragam ekspresi tersirat dari wajah mereka – mereka yang telah menerima hasil ujian. Kini giliran Lyra. Saat membuka hasil ujiannya, Lyra tersenyum girang. Tak sia – sia usahanya selama ini.
            Ahkirnya Lyra mengambil surat kelulusan sendiri tanpa ditemani sang ayah.  Dan harapannya pun terwujud. Lyra berhasil lulus ujian dengan nilai yang lumayan memuaskan. Lyra sudah menduga hal itu. Karna dia memang sangat berusaha keras demi lulus ujian.
                                 Lyra sangat bersemangat pulang.Ia ingin cepat-cepat menunjukkan pada ayahnya bahwa ia lulus ujian.Sepanjang perjalanan, Lyra membayangkan masa depannya. Ia ingin ke kota, dan hidup di sana seperti dulu. Lyra sudah bosan menjadi gadis desa!
                          Dalam perjalanan pulang, Lyra melihat dua sosok yang sangat dikenalnya sedang berduaan di sebuah taman. Mereka adalah Faizal dan Reva. Mereka  berdua terlihat sangat mesra layaknya sepasang kekasih. Hati Lyra merasa panas, dia pun menghampiri mereka berdua dengan penuh amarah.
Reva    : (terkejut) “Ly..Lyra..???”
                          Faizal   : (terkejut juga melihat Lyra)
                          Lyra     : Oh jadi gini ya?? Selama ini kalian main di belakangku?”
                          Faizal   : ”Lyra..”
                          Lyra     : “Ternyata bener kata orang-orang. Kalian jahat, pengkhianat! Bego banget aku, tetep percaya sama kalian yang udah nghianatin aku terang-terangan.”
                          Reva    : “Bukan gitu Ra...”
                          Lyra     : “Trus apa? Kamu, aku pikir kamu sahabat terbaikku. Tapi kamu malah menghianati kepercayaanku! Sahabat macam apa!!”
                          Faizal   : “Tunggu Ra, aku bisa jelasin ini semua.”
                          Lyra     : “Apa lagi?? Semuanya udah jelas. Kita putus!”
                          Faizal   : “Tapi Ra...!”
                          Lyra     : “Kamu brengsek! Aku benci semua cowok di dunia ini!!”
Lyra pun pergi meninggalkan taman sambil menangis. Saat itu, yang ada di pikirannya hanyalah Ayahnya. Lyra sangat merindukan Ayahnya seperti dulu. Dia sadar, Ayahlah satu-satunya orang yang sangat mencintainya dengan tulus. Lyra sadar, bahwa Ayahlah yang  telah melimpahkan kasih sayang abadi untuknya. Saat itu Lyra merasa ingin memeluk Ayah lagi dan meminta maaf atas segala kelakuannya yang keliru selama ini.
                               Lyra pulang menuju rumah nenek sambil menahan tangis. Ia ingin cepat-cepat bertemu dengan Ayah. Rumah nenek sudah semakin dekat. Lyra melihat banyak orang berdatangan ramai ke rumah nenek. Apa yang terjadi?
Firasat Lyra berkata buruk. Sambil menggenggam erat kertas kelulusannya, Lyra berlari masuk ke rumah. Dada Lyra terasa sesak.
Rasanya semua beban hilang dari hidup Lyra. Bayang – bayang masa depan nan cerah menyelimuti pikirannya. Ia akan mencari pekerjaan di kota dan membawa nenek serta ayahnya ke kota. Mereka akan hidup bahagia. Hidup yang selama ini diidam – idamkan olehnya. Hidup sesuai keinginannya. Pasti akan sangat bahagia jika itu semua terwujud.
Lyra     : “Ada apa ini?”
Orang1 : “Yang sabar ya, Ra..”
Lyra     : “Ada apa sih?”
Orang2 : “Saya turut berduka cita, Lyra..”
Lyra     : “Apa??” (segera masuk ke dalam rumah) “nenek, ayah...”
Nenek  : “Lyra... sayang..”
Lyra     : “Itu siapa, nek?” (memandang sesosok jasad yang terbujur kaku)
Nenek  : “Yang sabar ya, sayang...”
Lyra     : “Ayah mana, nek?” (matanya berkaca – kaca)
Nenek  : “Itu ayah kamu, sayang...”
Lyra     : “Nggak... nggak mungkin...”
Nenek  : “Ayah kamu meninggal sayang...”
Lyra     : “Nggak.. Itu bukan ayah...” (perlahan air mata mengalir membasahi pipi Lyra)
Nenek  : “Ayahmu meninggal saat ia mencoba bangkit dari kursi roda. Dia terbentur benda tumpul sayang... Ayahmu meninggal...”
Lyra     : “Nggak!! Nenek bohong!! Ini bukan Ayah!!” (membuka kain yang menutup wajah ayahnya)
Nenek  : (menatap kasihan pada cucunya)
           Lyra     : “Ayah...? Kenapa ayah disini? Ayah... ini sudah siang... kenapa ayah tidur disini? Ayah,,                  bangun, ayah.. malu... Ayah dilihatin orang banyak.. Kenapa Ayah tidur disini?? (air mata mengucur              deras membasahi pipi Lyra)
           Nenek  : “Lyra...”
           Lyra     : “Ayah... Ayah bangun... Ayah bangun!!”
           Nenek  : “Sudah, sayang.. sudah...” (menangis)
Lyra     : (mengeluarkan surat kelulusan) “Ayah... Ayah lihat... Aku lulus, Ayah.. Aku lulus.. Ayah, kita akan pindah ke kota.. Aku akan cari kerja buat ayah.. Ayah, ayah nggak perlu menepati janji Ayah... Waktu itu aku bercanda, ayah... Ayah bangun... Ayaaaaaahhhhhh!!!”
Nenek  : (memeluk cucunya erat) “Sudah, Lyra.. kasihan ayahmu...”
Lyra     : “Ayaahhhh.... Maafin aku,,... Jangan tinggalkan aku... Ayah banguunnnn...!!”
Lyra begitu terpukul atas kepergian ayahnya.. Musnah sudah semua angan – angan indah kehidupan barunya bersama Ayahnya... Yang tersisa hanyalah serpihan penyesalan atas kelakuannya dulu.
Dengan berlinang air mata, Lyra menulis surat untuk ayahnya di surga..

SURAT CINTA UNTUK AYAH

Terhatur Ayahku Tercinta,

Ayah, tiba-tiba tanganku bergerak ingin menulis sesuatu untukmu. Aku tak tau harus menulis apa, jadilah aku menulis surat yang berisi hidupmu.
Hei Ayah, apakah kau tau bahwa surat ini adalah surat pertama yang ku tulis?
Ya, ini surat pertama dan surat cinta pertamaku. Cinta? Ya…Kau cinta pertamaku.
Bagaimana tidak? Kau slalu hadir di hari-hariku.
Menemani sepi, sedih dan tentu bahagiaku. Dan karna kehadiranmu tanpa absen itu membuatku tumbuh menjadi gadis kecil yang manja.
Bahkan diam-diam aku cemburu, karna kau sangat setia pada Ibu, meskipun dia telah tiada sejak aku lahir ke dunia.
Kau cinta pertamaku, Ayah.

Aku masih ingat ketika Kau mengajariku menulis.
Diatas kertas putih polos tak tersentuh itu kau menuliskan huruf-huruf dan kemudian menjadi rangkaian kalimat. Aku akan menulis ulang di bawah tulisanmu itu.
Sekarang aku mengerti kenapa kau mengajariku, karna kau ingin menerima surat dariku bukan?
Ya, ini aku Ayah. Gadis manjamu yang slalu cemberut saat Kau tak menuruti permintaan anehnya. Tapi dengan ajaibnya Kau mampu mengubahnya dengan senyuman.
Kini aku tak lagi manja, Ayah. Aku jadi kuat karenamu. Nasihatmu yang terkadang membosankan itu ternyata peringatan berharga untukku.
Aku sudah tak manja lagi, Ayah.
Sejak Kau mengajariku membantumu mencari uang. Aku masih ingat saat itu kau ‘lumpuh total’ dan aku pun ikut ‘lumpuh’.
Kau memaksaku tinggal di desa bersama Nenek dan meninggalkanku meninggalkan sahabat-sahabat kotaku.
Saat itu Kau jahat, Ayah!!! Dimataku saat itu Kau adalah seorang lelaki payah!! Yang tak dapat memberikan kebahagiaan untuk anaknya.
Tapi aku sadar, aku salah. Saat menyadari kebahagiaan iu bukan dari harta yang kita punya. Api dari diri kita sendiri.

Kau meninggalkan aku bersama nenek. Setiap hari aku menangis karna merindukanmu.
Hingga suatu malam aku menangis di pinggir sungai desa. Dan apa yang kulihat?
Kunang-kunang!
Makhluk cantik yang hanya aku lihat di buku-buku mahalmu itu. Tadinya hanya ada beberapa ekor. Tapi lama-lama menjadi banyak.
Aku tau…Kau yang mengirimkannya untukku, bukan?

Tak lama setelah itui kau datang, Ayah. Hasratku untuk bermanja denganmu muncul. Padahal aku sudah 18 tahun waktu itu.
Dan saat itu pun aku tengah jatuh cinta pada seorang pemuda, Ayah. Padahal ujian sudah dekat dan membuat konsentrasiku berkurang.
Lalu Kau mengingatkanku, agar aku memperhatikan sekolahku
 Dengan wajah cekungmu yang kelelahan itu Kau mencoba tersenyum. Tapi entah mengapa aku membalasnya dengan kata-kata yang sangat kasar.
Maaf Ayah….
Aku sadar aku hanya bisa meminta, menuntut darimu. Namun aku tak memberikan sesuatu yang seharusnya aku berikan untukmu. Aku slalu menuntut hak ku, tapi tak pernah menjalankan kewajibanku.
Sampai-sampai kau berjanji tak akan menggangguku lagi jika aku lulus ujian.
Maaf Ayah…
Saat itu aku bilang kau ‘Ayah Terburuk’. Padahal sudah jelas, kau Ayah terbaik nomor satu di dunia.
Mungkin hatimu sakit mendengarnya, tapi kenapa kau malah tersenyum?

Ayah, saat aku benar-benar mencintai seorang lelaki, kenapa ia mengkhianatiku?
Apa cintanya palsu?
Kenapa cintanya tak seperti kasih tulusmu?
Saat itu aku sadar, Ayah..
Kaulah satu-satunya lelaki yang memberiku kasih sayang abadi..
Kaulah cinta pertama dan sejatiku, Ayah..

Tapi kenapa saat aku ingin kembali padamu, saat aku ingin memelukmu lagi,
Kau malah pergi meninggalkanku, Ayah?
Kau pergi meninggalkanku untuk selama-lamanya..
Taukah Ayah, saat itu aku benar-benar sangat hancur.
Aku tak tau apa aku bisa melewati hidup yang berat ini tanpamu..

Aku jatuh, dan duduk di tanah. Kakiku tak kuat lagi menahan beban yang ada.
Air mata membanjiri wajahku. Namun mulutku tak lagi memanggilmu.
Aku menangis dalam diam.
Tahukah kau Ayah, kenapa aku begitu?
Karna aku sadar, itu semua salahku! Aku memaksamu untuk beranji padaku dan Tuhan untuk tak lagi menggangguku. Dan itu ternyata SELAMANYA…!!!
Dan…ternyata Tuhan mendengar janjimu, dan mengabulkannya.
Seharusnya aku tau…kau selalu tepat akan janjimu.
Air mataku tak terbendung saat melihat tubuh kakumu. Ku sentuh kulitmu yang kaku itu, dinginnn. Beda sekali dengan sentuhan hangatmu.
Ku kecup pipimu, berharap kelopak mata itu terbuka sedikiiitt saja. Seperti dulu, saat ku kecup pipimu untuk membangunkanmu dari tidurmu.
Ayahhh…kenapa kau tidur?? Apakah kau mimpi indah?
Sepertinya iya. Karna ku lihat raut wajahmu seperti biasanya. Bibirmu seperti terangkat, menandakan bahwa kau tersenyum.
Aku memelukmu, Ayah. Namun tak lagi ku dengar suara detak jantungmu. Tak lagi kudengar darahmu mengalir di balik kulitmu.
Kau sudah tiada ya Ayahhh…?? Tapi aku janji…kau akan slalu hidup di hatiku.
Lalu tiba saatnya ragamu menjauh dariku. Di timbun oleh tanah merah yang dingin itu. Aku hanya diam. Tak tahu harus bagaimana.
Yang aku pikirkan saat itu, aku hanya ingin bersamamu. Bolehkah aku menemanimu??
Ayahh…Temanku, sahabatku, cinta pertamaku…Maafkan aku…Aku hanya ingin kau tau, Ayah…Aku merindukanmu…Aku mencintaimu….

Gadis Manjamu,
Lyra

♫♫♫