BLOGGER TEMPLATES Funny Pictures

Selasa, 03 Agustus 2010

SAHABAT TERBAIK

            Sudah satu minggu lebih,Tisa dan Lina bermusuhan. Awalnya sih hanya massalah sepele. Karena Tisa ketahuan pulang dengan Naya, Lina jadi musuhin Tisa. Dan akhirnya sampai sekarang mereka belum baikan. Padahal di sekolah, Tisa dan Lisa terkenal bersahabat baik.                                        
            Lina sekarang jadi syirik pada Naya, karena semenjak Naya masuk lagi ke sekolah, Naya menjadi pintar dan jadi perhatian teman-temannya. Naya juga menjadi juara kelas pada semester lalu. Padahal biasanya Lina yang menjadi juara kelas.
            Naya memang sempat lama tidak masuk sekolah karena penyakit asmanya yang semakin parah dan harus dirawat intensif di rumah sakit selama berbulan-bulan. Itu sebabnya mengapa sekarang Naya rajin belajar, Naya tidak ingin ketinggalan pelajaran gara-gara penyakitnya itu.
            Dulu Lina dan Naya juga berteman dekat, tetapi sejak perhatian teman-teman hanya tertuju pada Naya, Lina jadi berubah menjadi anak yang dengki dan syirik pada Naya. Semua anak yang berteman dengan Naya pasti ikut dibenci, termasuk sahabatnya sendiri, Tisa. Tetapi Tisa tak ambil pusing saat dimusuhi Lina. Tisa malah senang dan lega, karena dia bisa brteman dengan siapa saja tanpa ada larangan dari Lina.

Hari ini ada ulangan Bahasa Inggris di kelas Tisa. Nampaknya Lina sudah menyiapkan kertas contekan. Lina tak ingin nilainya lebih jelek dari Naya.
‘Kali ini aku pasti bisa menyaingi Naya, dan teman-teman akan mengagumiku lagi. ujarnya dalam hati.
Saat Lina sedang mengeluarkan keertas contekannya dari saku, tiba-tiba,
”Lina, apa yang kamu pegang itu? ” tanya Bu Rini mengejutkan Lina.                                 
Semua siswa menoleh ke arah Lina, sementara Lina gemetar dan ketakutan diinterogasi Bu Rini.
”Kemarikan kertas contekan itu,Lina! Kamu kan tahu mencontek itu tidak baik. Kamu juga tidak akan puas walaupun kamu mendapat nilai 100 karena mencontek. Berapapun nilainya asal kamu mau berusaha sendiri, kamu pasti akan merasa puas. Ini Ibu peringatkan tidak hanya untuk Lina, tapi untuk kalian semua!” kata Bu Rina sambil menunjuk pada semua anak di kelas.
”Sudah, sekarang kalian lanjutkan ulangannya!’’
Suasana sepi kembali dan anak-anak pun melanjutkan ulangan mereka. Bukannya sadar, Lina sekarang tambah benci sama Naya. Ia harus mencari cara lain untuk mengalahkan Naya. Saat istirahat tiba, Lina bersiap-siap untyuk menjalankan misinya yang baru. Ia melangkah menuju bangku Naya dan Tisa.
”Ehm, aku mau minta maaf sama kalian. Aku sadar selama ini aku salah, aku egois dan ingin menang sendiri. Aku iri sama Naya. Naya, maafin aku ya? Aku janji nggak akan nglarang siapa pun untuk berteman dengan Naya. Kalian mau maafin aku kan?” kata Lina pada Naya dan Tisa sambil mengulurkan tangannya.
Naya kemudian mengulurkan tangannya dan menyalami Lina diikuti Tisa.
“Kita berdua udah maafin kamu kok, yang penting sekarang nggak ada permusuhan diantara kita. Kalaupun kita mau bersaing, kita harus bersaing secara sehat, ok?” kata Naya.
            “Ok! Mulai sekarang kita bersahabat kayak dulu lagi ya?” tambah Tisa.
 “Makasih ya, aku nggak nyangka bakal punya sahabat sebaik kalian.” ujar Lina sambil pura-pura tersenyum haru, padahal senyumnya sangat licik.
Naya dan Tisa yang tak tahu maksud Lina pun tersenyum bahagia karena sahabat mereka yang dulu telah kembali lagi. Sementara, anak-anak yang memandang heran dengan sikap Lina yang berubah 180° itu.

            Hari-hari dilewati Lina dengan penuh kebohongan dan kegelisahan. Kadang ia berpikir, betapa jahatnya dia, mengkhianati persahabatan tulus dari Naya dan Tisa. Ia juga tak tahu, mengapa rasa iri itu bertambah semakin parah, padahal dulu ia hanya iri-iri biasa saja sama Naya, nggak sampe ngelakuin hal-hal aneh kaya ini. Tapi sekarang, dia malah berpura-pura baik sama Naya dan Tisa walau hatinya sebenarnya memusuhi mereka berdua. Lina juga bingung dengan alasannya untuk pura-pura baikan sama mereka berdua. Ia tak tahu apa tujuannya.


Siang ini di sekolah, Lina terlihat sangat gelisah. Ia teringat mimpinya semalam. Ia bermimpi akan berpisah dengan Naya dan Tisa, padahal ia belum sempat minta maaf sama mereka dengan tulus. Lina pun bertekad untuk minta maaf sama Naya dan Tisa saat istirahat nanti.
Bel istirahat pun berbunyi. Lina sudah bersiap-siap menuju bangku Naya dan Tisa untuk mengajak mereka ke kantin dan meminta maaf. Namun, baru satu langkah ia meninggalkan bangkunya, tiba-tiba terdengar teriakan Tisa dari bangkunya. Lina dan anak-anak lain pun langsung berlari menuju bangku Tisa.
“Kenapa Sa? Naya kenapa?” tanya Lina panik melihat Naya tak sadarkan diri.
“Naya pingsan barusan. Aku nggak tau kenapa, tapi dari tadi pas pelajaran, dia megangin kepalanya terus.” kata Tisa mulai menangis.
“Udah, tolong yang lain panggilin guru ke sini dong!” teriak Lina pada anak-anak yang sedang mengerubungi Naya.
Tak lama kemudian, Bu Rini dan petugas ambulans dating dan langsung membawa Naya ke rumah sakit.
“Bu, kami berdua ikut ke rumah sakit juga ya?” mohon Lina dan Tisa.
“Nggak bisa, sebaiknya kalian doakan Naya di sini saja bersama teman-teman yang lain. Lagi pula, nanti kalian kan ada ulangan IPA.”
“Yah, Bu, tapi kami khawatir sama Naya! Tolong ya Bu, kami ikut!” ucap Lina dengan tampang memelas. Namun, Bu Rini tak menghiraukan mereka berdua dan langsung buru-buru membawa Naya ke rumah sakit.
“Ya udah lah, kita doain Naya dari sini aja ya?” ucap Tisa sambil menepuk pundak Lina. Lina mencoba untuk menuruti kata-kata Tisa, namun hatinya merasa gelisah setiap saat. Dan pikiran-pikiran negative pun terus bergelayut di otak Lina. Sedangkan Tisa, ia kelihatan lebih sabar dari Lina, dan mencoba mengajak anak-anak lainnya untuk mendoakan Naya.


Di rumah sakit…
“Bagaimana keadaannya Dok?” tanya Mama Naya cemas, sambil mencoba melihat ke dalam ruang UGD tempat Naya diperiksa sekarang.
“Keadaan putri Ibu sangat mengkhawatirkan, namun kami akan berusaha semaksimal mungkin untuk memberinya perawatan yang terbaik. Sekarang, sebaiknya putrid Ibu segera dipindahkan ke ruang ICU untuk mendapat perawatan yang lebih intensif lagi.” jawab Dokter yang merawat Naya. Sedangkan Mama Naya, hanya terduduk lemas merenungi keadaan putrinya. “Baiklah Bu, saya permisi dulu.” Pamit sang Dokter diikuti anggukan lemah Mama Naya.


Di sekolah, saat ulangan, Lina keliharan sangat resah. Ia sangat mengkhawatirkan Naya. Ia takut terjadi apa-apa sama Naya, sedangkan dia belum sempat minta maaf sama Naya atas segala kejahatannya dan kebohongannya selama ini. Lina berpikir kalau mimpinya semalam akan menjadi kenyataan, berarti kalau terjadi apa-apa sama Naya nanti, ia akan berpisah dengan Naya sebelum sempat minta maaf. Lina tak kuasa membayangkannya. Ia pun nekat mengajak Tisa untuk kabur dari sekolah dan pergi ke rumah sakit sebelum semuanya terlambat. Tisa yang sempat heran dengan tingkah Lina yang mengajaknya kabur, menurut saja, kata Lina, semua ini demi Naya.
Lina dan Tisa pun mengendap-endap menuju pagar belakang sekolah dan memanjatnya dengan hati-hati. Lalu, mereka berdua berlari sekencang mungkin sebelum ketahuan guru satpam sekolah. Namun tiba-tiba di perempatan jalan,
“Brakkkkk!!!” sebuah truk besar menabrak salah satu dari mereka.
“Lina.” ucap anak yang tertabrak tadi lemah, sementara orang-orang di sekeliling ramai mengerubungi mereka. Ya, yang tertabrak truk besar tadi adalah Tisa.
“Tisa!!! Tahan ya, kita akan segera membawamu ke rumah sakit! Pak, Bu,  tolong teman saya!” teriak Lina yang hanya lecet-lecet kecil pada orang-orang yang mengerubung tadi dengan panic.
“Lina, udahlah. Tolong kamu jaga Naya baik-baik ya, jadilah sahabat yang sejati untuk kami semua. Kami berdua udah maafin kesalahanmu selama ini kok.” Kata Tisa lirih sambil berusaha sekuat mungkin menahan sakit di kepalanya yang terbentur aspal dan terus-terusan mengeluarkan darah.
“Kamu jangan ngomong gitu! Kamu pasti bisa bertahan!...” namun, belum sempat Lina melanjutkan kata-katanya, Tisa sudah tak sadarkan diri. “Tisa!...”


Di rumah sakit…
Kini, Lina tergulai lemas di bangku tunggu ruang UGD. Ia tak tahu harus berbuat apa. Harusnya aku nggak ngajakin Tisa buat kabur dari sekolah! Apa aku emang bener-bener sahabat yang jahat ya? Tapi aku ingin minta maaf sama mereka!
“Sudahlah Lin, nggak usah disesali apa yang sudah terjadi. Yang penting sekarang kamu berdoa untuk kesembuhan Naya sama Tisa. Soalnya tadi Naya juga dibawa ke UGD lagi, dia lagi kritis.” tenang Bu Rina mengagetkan Lina yang sedang melamun.
“Apa Bu? Naya kritis? Astaghfirullah! Bu, saya mau ke ruang UGD aja, nemenin Naya sama Tisa!” panik Lina.
“Lina, kamu yang sabar. Mereka pasti akan sembuh.”
“Tapi Bu…”
“Permisi, apa adik yang bernama Lina?” tanya seorang perawat yang baru keluar dari ruang UGD.
“Iya, saya yang namanya Lina, gimana keadaan temen saya, suster?”
“Teman adik sudah sadar, sekarang adik diminta masuk oleh mereka.”
“Alhamdulillah!” syukur Lina, kemudian bergegas menuju ruang UGD.
“Naya? Kamu udah sadar?” sambut Lina begitu masuk ke ruang UGD dan melihat Naya sudah sadar walau masih tergulai lemah di ranjangnya. Namun Tisa masih belum sadar, dia masih pendarahan di bagian kepalanya. “Nay, aku mau minta maaf sama kamu. Selama ini aku bohongin kalian berdua, aku munafik! Aku pengecut, Nay! Aku nggak pantas jadi temen kalian berdua!”
“Udah, aku sama Tisa udah tau itu kok. Kita udah maafin kamu. Aku sama Tisa seneng kamu akhirnya sadar dan mau berubah. Jadilah Lina yang seperti dulu lagi ya? Lina yang baik, suka menolong, nggak iri hati, dan nggak pendendam.” ucap Naya sambil menghapus air mata Lina.
“Naya, hatimu begitu suci, aku ngerasa malu sama perbuatan-perbuatanku ke kamu dulu. Betapa rasa iri dapat menghancurkan persahabatan kita…” renung Lina.
Tiba-tiba saja Ibu Tisa menjerit dari samping tempat tidut Tisa.
“Ada apa Tante?”
“Panggil dokter!!!”
Lina pun berlari ke luar dan langsung memanggil dokter setelah tau Tisa kejang-kejang.
“Maafkan saya Bu, anak Ibu tidak dapat terselamatkan. Dia mengalami pendarahan yang sangat parah dan sudah tak dapat bertahan lagi.” kata dokter setelah keluar dari runag UGD.
Seketika itu, Ibu Tisa langsung pingsan. Dan Lina merasakan sendi-sendi tulangnya remuk. Ia terduduk merenung sambil menangis tanpa suara.
Kenapa semua ini terjadi begitu cepat? Kenapa Tisa yang harus pergi dulu, bukan aku? Ini semua salahku! Aku yang membuat Tisa seperti ini! Aku emang orang yang jahat! Aku mau mati aja sama Tisa! Toh Naya juga sebentar lagi ninggalin aku! Biar aku dulu yang pergi sebelum Naya!’ jerit Lina dalam hati. Ia masih tak percaya bahwa Tisa telah pergi.
Seketika ada seseorang yang menepuk pundak Lina. Lina pun terkejut, ternyata Bu Rina.
“Lina, Ibu tahu kamu sangat terpukul akan kepergian Tisa. Tapi kamu nggak boleh terus-menerus menyalahkan dirimu sendiri. Ibu yakin, di balik kejadian ini pasti ada hikmahnya. Sekarang, kamu tahu kan, betapa berharganya seorang sahabat. Betapa menderitanya kita jika ditinggal sahabat. Jadi, sekarang kamu tidak boleh menyia-nyiakan sahabat-sahabat kamu. Tidak ada yang perlu disesali. Kamu harus terus melanjutkan hidupmu, Lina.”
“Makasih Bu, mungkin ini pelajaran buat saya. Sekarang, saya nggak akan musuhin sahabat-sahabat saya lagi hanya karena iri, Bu.” ucap Lina.
“Lina…”
“Naya? Kok kamu udah boleh keluar sih?” tanya Lina pada Naya yang baru keluar dari ruang UGD dengan bantuan kursi roda. Lina pun langsung memeluk Naya sambil menangis.
“Sudahlah Lin, nggak cuma kamu yang kehilangan Tisa, aku juga. Tisa anak yang baik, dia pasti udah maafin kamu. Dia juga pasti senang karena kamu udah berubah jadi Lina yang dulu.” ucap Naya menenangkan, padahal hatinya sedih sekali dengan kematian Tisa.
“Makasih Nay, tapi kamu janji ya nggak bakal ninggalin aku sendirian?” kata Lina sembari menghapus airmatanya.
“Lina, setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Semua orang nggak bakal hidup abadi di dunia ini, mereka semua akan mati, hanya waktu yang menentukannya. Udahlah, sekarang kamu nggak usah mikir yang kaya gituan. Yang penting sekarang kita buka lembaran baru lagi. Kita harus tetap menjalani hidup tanpa Tisa di sini. Tapi, Tisa masih ada di hati kita kok, percaya deh.”
“Iya, selamanya Tisa akan selalu di hati.” Lina dan Naya pun berpelukan dengan damai. Mereka yakin, Tisa juga ikut tersenyum bahagia.                                                                                                                                                                                                

The End

( WRITEN 3 YEARS AGO)