BLOGGER TEMPLATES Funny Pictures

Rabu, 25 Desember 2013

SATU ALASAN




            “Aku suka sama kamu. Kamu mau nggak jadi pacarku?”
            “Maaf, aku nggak bisa. Aku nggak mau pacaran sebelum lulus SMP.”
            Aku tertawa sendiri mengingat kejadian-kejadian sewaktu SMP dulu. Ungkapan perasaan dan jawaban yang masih sangat polos waktu itu. Ya, ‘Aku nggak mau pacaran sebelum lulus SMP’. Kalimat itulah yang selalu kugunakan setiap kali adacowok yang mengungkapkan perasaannya kepadaku. Mungkin itu adalah alasan yang sangat klasik, tapi nyatanya aku bisa memegang pendirian itu sampai lulus SMP. Bahkan sampai sekarang, saat aku sudah duduk di kelas 2 SMA.
            “Raya!” teriak Rani, teman sekelasku, sambil menghampiriku yang duduk  di bangku pojok. Mukanya langsung ditekuk begitu duduk di kursi sebelahku.
“Kenapa lagi Ran? Ada masalah lagi sama Adit?” tanyaku menyelidik.
Benar saja seperti dugaanku, Rani memang ada masalah dengan pacarnya,  Adit yang juga sahabatku. Dan seperti biasa,  dia selalu meluapkan keluh kesahnya padaku. Aku memang sering menjadi tempat curhat bagi teman-ipercintaan dan pacaran. Kadang aku heran,  kenapa mereka malah curhat padaku dan tak jarang mengikuti saran yang kuberikan,  padahal aku sama sekali tak berpengalaman soal cinta apalagi pacaran. Pasalnya,  aku sendiri belum pernah mencicipi bagaimana rasanya pacaran.
“Ya,  gimana kamu sama Gilang? Dia masih suka ngejar-ngejar kamu?”  tanya Rani mengalihkan pembicaraan.
“Nggak kok, udah nyerah dia.”
“Kamu apain dia? Kok bias sampe nyerah gitu? Haha.”
“Aku ngomong langsung aja kalo aku nggak suka dia.  Kalo dia masih ngejar-ngejar terus, aku bakal benci sama dia.”
“Bukannya dulu kamu bilang mau fokus ke pelajaran aja?”
“Itu sih alasan klasik Ran. Aku emang nggak suka kok.”
“Gila Ya, itu nyakitin banget tau! Ckck.”
“Yah habisnya aku udah bingung mau nyari alasan apa lagi.”
***
Malam ini mataku tak bias terpejam, padahal jarum jam sudah menunjukkan pukul 01:00 dini hari. Pikiranku tertuju pada Fandy, cowok yang  tiba-tiba menembakku lewat sms tadi sore. Jelas saja aku langsung menolak,  nggak serius banget nembak kok lewat sms. Yah secara tampang sih dia memang lebih oke disbanding cowok-cowok yang pernah menembakku sebelumnya,  tapi aku belum terlalu mengenalnya. Aku bilang kalau aku belum diizinin pacaran.
Akujadiingatperkataan temanku Adit tempo hari, ‘Hati-hati kena karma lho.’. Apa aku akan kena karma karena kelakuanku ini? Tapi apa salahnya nolak sih? Itu kan hakku, kenapa aku yang salah?
Aku mengambil buku harian kecil yang berisi coretan tentang perasaanku. Lembar demi lembar aku buka. Di sinilah aku menyembunyikan rahasiaku selama ini. Buku ini adalah jawaban dari alasan-alasan yang aku kemukakan untuk menolak mereka yang ingin menjadi kekasihku. Di antara banyak alasan yang aku ungkapkan, sejatinya hanya satu alasan yang menjadi sumber dari alasan itu, yaitu dia.
Dia, yang selama 7 tahun ini menjadi objek utama tulisan-tulisan di buku harianku. Dia, yang sudah 7 tahun ini aku cintai diam-diam. Dia, yang sudah kukenal lebih dari separuh usiaku. Dia, sahabat kecilku, cinta pertamaku.
Memang tak ada orang lain yang tau tentang perasaanku ini, termasuk dia. Aku sendiri juga tak ada niat untuk mengungkapkannya. Bagiku, bersahabat dengannya saja sudah lebih dari cukup. Walaupun kadang sakit juga memendam perasaan ini seorang diri terlalu lama.
***
Pagi ini begitu terik, padahal jam di tanganku masih menunjukkan pukul 06:45. Aku berjalan santai menuju sekolah begitu turun dari angkot. Tapi tiba-tiba seseorang mengagetkanku dari belakang.
“Aya!” Suara itu...
Aku menoleh ke belakang. Ternyata benar dia. Aku segera menyembunyikan rasa gugupku dan tersenyum lebar ke arahnya.
“Eh Ryan, tumben nggak bawa motor?” tanyaku.
“Iya nih, motorku lagi diservice. Tumben berangkat pagi Ya?”
“Jam segini pagi?”.
“Haha iya kan biasanya kamu telat.” candanya
“Haha iya sih.” Kami pun berjalan berdampingan sampai sekolah. Tak banyak obrolan yang mengalir, karena kami berdua sama-sama pendiam.
“Ya udah, aku duluan ya.” kataku begitu sampai di tangga depan kelas.
“Iya, yo Ya.” Dia pun kembali berjalan menuju kelasnya yang berada di lantai 3, persis di atas ruang kelasku.
“He’em.” jawabku datar.
Aku masuk ke ruang kelas dengan senyum lebar. Aku senyumi setiap anak yang kulewati. Aku tak bisa lagi membendung kebahagiaanku, walaupun cuma sebentar bersama dia. Iya, dia Ryan, cinta pertamaku sekaligus sahabatku sejak kecil.
“Lagi kenapa sih Ya? Tumben sumringah banget.” selidik Rani begitu aku duduk di sebelahnya.
“Nggak kenapa-kenapa kok.” jawabku sembari menjulurkan lidah ke arahnya.
“Ih nyebelin, ada apaan sih? Gitu ya, nggak cerita-cerita.” sungutnya.
Aku mengambil novel yang kubawa dari rumah dan mulai membaca. Rani yang masih mengoceh tak begitu kupedulikan. Walaupun mataku menuju ke halaman novel, tapi pikiranku masih tertuju pada Ryan.
Aku heran, hal sesederhana itu bisa begitu membahagiakan bagiku. Mungkin karena selama ini kami sudah jarang berkumpul bersama sahabat-sahabat kecil lainnya.Aku, Ryan, Adit, Yoga, dan Manda adalah sekelompok sahabat sejak kecil. Kami sudah menjalin persahabatan sejak masih duduk di bangku TK karena rumah kami memang berdekatan satu sama lain. Tapi semenjak SMA, kami berlima terpisah sekolah. Hanya aku, Ryan, dan Adit yang berada di SMA yang sama. Sejak itu, waktu berkumpul kami memang semakin jarang karena kesibukan masing-masing.
Di antara kami berlima, Ryan dan akulah yang paling pendiam. Kadang aku menyadari kalau sifat kami berdua sangat mirip. Mungkin karena itu, tiap berada di dekatnya aku semakin speechless. Kadang aku juga heran kenapa aku punya perasaan spesial terhadapnya, padahal sahabat laki-lakiku dari kecil bukan cuma dia, bahkan ada yang lebih dekat daripada dia. Tapi entahlah, rasa ini seperti tak bisa kujelaskan secara logis.
***

            Bel istirahat pun berbunyi. Aku, Rani, dan Gilang bersama menuju kantin untuk jajan. Ya, aku dan Gilang memang sudah baikan lagi setelah aku menolaknya tempo hari.
            “Ya ampun mati gue!”
            “Kenapa Lang?” tanyaku bingung melihat Gilang yang tiba-tiba panik.
            “Aku belum ngerjain tugas Fisika!”
“Yee kirain ada apa, biasanya juga nggak ngerjain kan?” celetuk Rani.
“Itu dia, kemaren kan aku udah dimarahin gara-gara nggak ngerjain tugas. Eh Ya, aku minjem bukumu ya!”
“Ya udah sana, ambil aja di tas.”
Gilang pun segera berbalik kembali ke kelas. Sementara aku dan Rani tetap menuju ke kantin.
Kami segera kembali ke kelas begitu selesai membeli jajanan. Aku memang tak betah berlama-lama di kantin karena keramaiannya.
“Aya!” seru Gilang sambil menenteng sebuah buku kecil di tangannya.
Astaga! Itu buku harianku!
Aku segera merebut buku kecil itu dari tangan Gilang. Tapi tangannya yang lebih kuat dari aku menjadikan buku itu tak bisa kurebut. Dia langsung menyeretku keluar kelas.
“Sorry Ran, ntar aku jelasin.” kataku buru-buru. Sementara Rani yang masih heran membiarkan aku dan Gilang keluar.
Aku diam saja begitu kami sampai di belakang laboratorium fisika yang sepi. Gilang juga masih terdiam sambil menatapku, hingga membuat aku tak berani menatap wajahnya langsung.
“Aya..” panggilnya, kali ini tak sekeras tadi.
“Hmm?” Aku tak tau harus berkata apa. Dia pasti sudah tau semuanya tentang perasaanku. Aku hanya menunduk pasrah.
“Kamu..ternyata..?”
“Iya, kamu udah tau semuanya kan?”
“Kenapa kamu nggak cerita? Jadi selama ini kamu nggak pacaran gara-gara dia? Kamu nolak aku juga gara-gara dia? Tujuh tahun Ya, kamu nyimpen itu sendirian. Kenapa kamu nggak jujur aja?”
“Jangan! Jangan kasih tau dia Lang!” sergahku.
“Kenapa Ya? Kalo dia nggak dikasih tau, dia nggak bakalan sadar tentang perasaanmu. Apa perlu aku yang ngomong ke dia?”
“Tolong Lang, jangan kasih tau dia kalo kamu masih nganggep aku sahabatmu!”
“Tapi Ya, aku nggak tega kamu kayak gini terus. Aku rela kok kalo kamu sama dia, yang penting kamu bahagia Ya.”
“Ini perasaanku Lang, kamu nggak usah ikut campur. Aku nggak ingin dia tau tentang perasaanku. Makasih udah peduli sama aku, tapi tolong hargai aku.”kataku tegas sambil merebut buku harianku kembali kemudian berlalu meninggalkan Gilang sendirian.
Aku berjalan cepat-cepat sambil tertunduk menahan air mataku yang hampir jatuh. Jujur aku kecewa curahan isi hatiku dibaca oleh orang lain tanpa izin.  Aku ingin marah, tapi tak ada gunanya. Sudah tujuh tahun aku merahasiakan perasaanku, tapi sekarang orang lain sudah mengetahuinya. Rasanya seperti ditelanjangi. Malu.
Brukk!
Aku menabrak seseorang.
“Ya ampun Aya, sorry ya.” Suara itu..
“Eh Ryan, nggak pa-pa, aku yang salah nggak liat jalan.”
“Lho, kenapa Ya? Kamu abis nangis?”
“Enggak kok.” Aku buru-buru menghapus air mataku yang ternyata sudah jatuh. Tapi air mata yang lain rasasnya ingin menyusul begitu dia berada di hadapanku.
“Ada masalah ya? Cerita aja ayo, udah lama kan nggak cerita bareng. Sapa tau bebanmu jadi berkurang.” kata Ryan sambil tersenyum menenangkan.
Aku terpaksa mengikutinya duduk di sebuah bangku yang tak jauh dari kantin. Sebenarnya aku bingung, karena alasanku menangis adalah dia. Akhirnya aku mengarang cerita kalau aku dan Rani sedang ada masalah. Jujur, saat dia mendengarkan ceritaku, saat dia menenangkanku dan memberi saran padaku, aku tak bisa lagi membendung air mataku.
Ingin rasanya aku menangis di bahunya, menumpahkan air mataku di sana, menyerahkan perasaanku untuk diambilnya kembali. Tapi itu tak mungkin.
Aku masih ingat saat dia ditanya masalah pacaran oleh Adit waktu kami masih SMP dulu. Dia bilang, dia nggak akan pacaran sampai nikah nanti. Karena itu, aku ingin menyimpan perasaanku tanpa diketahuinya. Aku yakin semua pasti indah pada waktunya, hingga dia menjadi imamku nanti. Ya, semoga saja cinta pertamaku ini menjadi cinta sejati dan terakhirku.
“Makasih ya Yan.”
“Iya, nyantai aja Ya. Udah nggak usah nangis lagi.” katanya sambil menepuk pundakku.
Untuk pertama kalinya, tepukan pundak darinya terasa sampai menepuk hati. Apa dia mendengar suara hatiku tadi? Jangan-jangan dia tau perasaanku. Entahlah. Tapi aku tak berharap banyak bisa memilikinya untuk saat ini, aku hanya ingin menunggunya. Bagiku bersahabat dengannya sudah lebih dari cukup. Biarlah aku menyimpan perasaan itu sendiri, entah sampai kapan, selama aku masih kuat.
*****
#260611

Kembali Menulis

Saat Aku Kembali Menulis, aku merasa ini bukan aku yang dulu.
Aku tak mengenali tulisanku, aku tak percaya diri dengan tulisanku.
Sudah begitu lama aku tak bermain kata dalam tulisan.
Rasanya tulisanku seperti tak bernyawa.
Aku ingin kembali, kembali menulis seperti dulu.
Menulis apa saja tanpa takut jelek.
Menulis apa adanya sesuai hati.
Aku tak ingin lagi mengharapkan kesempurnaan dari tulisanku.
Aku hanya ingin menulis, menulis saja, meluapkan isi hati.

#281113

Kamis, 27 Juni 2013

WELCOME 2013!

WELCOME 2013!
(ya ampun, telat banget udah setengah tahun  -__-)

Waah udah lama banget gak ngeblog, sibuk persiapan UN dan jarmot juga sih, jadi males.
Alhamdulillah sekarang saya udah lulus SMA, dan diterima SNMPTN undangan di kampus hijau impian saya. Saya udah resmi jadi mahasiswi IPB, udah dapet jas almamater ldinho :)) *eh malah pamer :kidding:

Banyak banget yang ingin saya ceritakan sebenernya, tapi males juga ngetiknya hehe
Ntar deh kapan-kapan saya ceritain :)