BLOGGER TEMPLATES Funny Pictures

Jumat, 16 Februari 2018

Belajar dari Dilan?


RINDU dan MASA LALU

Dua kata itulah yang menjadi ikon dari kisah Dilan. Ya, beberapa waktu lalu sangat heboh tentang film Dilan. Kabarnya sudah tembus 5,5 juta penonton, sejauh ini. Aku sendiri sudah nonton tanggal 29 Januari 2018. Tiketnya sold out quickly, bahkan sampai barisan terdepan pun penuh. Sebenarnya apa yang membuatnya begitu memikat? Ceritanya? Gombalannya kah? Atau gantengnya Iqbal dan cantiknya Milea?

Aku tidak mau membahas review filmnya, karena pasti sudah sangat banyak review yang bertebaran di blog maupun youtube. Aku hanya memaknai apa yang terjadi di balik kisahnya dan mengambil hikmahnya. Tapi menurutku, yang pernah membaca novelnya jauh sebelum rencana untuk difilmkan, filmnya sangat menyenangkan. Aku menikmati filmnya, aku senyum-senyum sendiri, berasa kembali ke masa remaja. Cerita remajaku tidak semenarik Dilan, tapi ada beberapa fase yang mirip (secara keseluruhan kisah ya, bukan hanya Dilan 1). Misalnya, fase pendekatan yang lebih manis dibandingkan pacaran, saling menjauh tanpa alasan yang jelas, merasa benci tapi rindu, dan fase menyadari kesalahpahaman penyebab kehancuran. Fase terakhir yang paling nyesek. Tetapi fase terakhir adalah kunci, untuk menerima dan memaafkan.

Aku jadi teringat film AADC 2. Betapa gregetnya Rangga yang meninggalkan Cinta belasan tahun tanpa kejelasan, tiba-tiba kembali dengan penjelasan. Cinta yang saat itu hampir menikah, kemudian goyah. Ini bedanya ending Dilan-Milea dan Rangga-Cinta. Mungkin Rangga-Cinta lebih beruntung, terlepas dari kisahnya yang fiksi sedangkan Dilan-Milea yang diangkat dari kisah nyata. Memang lebih rasional Dilan-Milea sih, yang mungkin sebagian besar dari kita mengalami fasenya.

Kesalahpahaman adalah akar dari segala masalah. Apalagi jika dipendam sendiri-sendiri. Memunculkan berbagai pertanyaan dan prasangka yang mengganggu ketenangan. Butuh keberanian untuk saling mengungkapkan dan menjelaskan. Karena, seringkali kenyataan sangat bertolak belakang dengan yang disangkakan. Dari mereka, kita bisa belajar untuk berani menjelaskan kesalahpahaman. Dari mereka, kita belajar untuk menerima masa lalu dengan damai.

Setiap orang yang pernah singgah di masa lalu memiliki perannya masing-masing. Mereka yang mungkin sangat kita sayangi atau kita benci di masa lalu, hanya tinggal nama di masa kini. Masa lalu bukan untuk diratapi, bukan untuk dilupakan. Justru dari masa lalu kita jadi banyak belajar. Kalau rindu, wajar, namun cukup disimpan sendiri saja. Boleh nostalgia, asal jangan terlena. Kita masih punya masa kini dan masa depan yang lebih baik. 

Semanis apapun ceritanya, kalau memang tidak ditakdirkan untuk bersama, ya terimalah. Tuhan lebih tau yang terbaik untuk kita. Skenarionya lebih indah dari khayalan kita. Yang terpenting, saat ini jalani masa sekarang dengan sebaik-baiknya agar masa kini bisa kita kenang sebagai masa lalu yang indah di masa nanti.




130218

~Mahkota Bunga