Masa-masa kelas XII adalah
masa-masa galau menentukan masa depan. Pertanyaan tentang masa depan dan
perguruan tinggi tujuan datang bertubi-tubi, entah dari orang lain, maupun dari
diri sendiri. Bagi yang sudah matang merencanakan masa depan mungkin bisa
dengan enteng menjawabnya. Tapi bagi yang belum, apakah kalian merasa kesal dihantui
pertanyaan serupa hampir setiap hari?
Saya juga sama. Dulu, saya juga
sempat galau menentukan tempat di mana saya akan melanjutkan belajar. Sebenarnya
dari kelas X saya sudah mantap ingin masuk jurusan Teknik Informatika. Tapi
lama-lama saya bosan belajar informatika yang penuh dengan algoritma dan
semacamnya yang membuat saya pusing . Saya pun beralih minat ke psikologi,
karena saya memang suka menjadi tempat curahan hati teman. Tapi melihat peluang
ke depannya, sepertinya menjadi psikolog tidak begitu menjamin untuk saya.
Pasalnya, menjadi psikolog hanya cocok bila di kota-kota besar. Sedangkan saya
tidak berminat tinggal di kota besar, saya hanya ingin tinggal tenteram
mengabdi di Banjarnegara (cie). Jadi kemungkinannya kecil orang-orang desa
mencari psikolog saat bermasalah.
Selain itu, saya juga ingin
masuk Sastra Nusantara UGM. Kedengarannya keren ya sastra nusantara gitu. Tapi
masuk sastra, mau jadi apa? Saya pikir, masuk sastra kalau cuma punya bakat
setengah-setengah akan sia-sia. Sastrawan terkenal adalah para sastrawan yang
hebat-hebat di bidangnya. Kalau saya, saya bisa apa? Lagi pula, di jalur SNMPTN
undangan tidak diperbolehkan untuk lintas jurusa. Karena saya dari IPA, jadi
saya harus memilih jurusan di bidang IPA juga. Saya pun harus mengubur
keinginan saya terhadap jurusan-jurusan bidang IPS. Btw saya juga sempat
tertarik jurusan Ilmu Komunikasi, padahal saya kurang suka berbicara di depan
umum.
Waktu pendaftaran SNMPTN pun semakin
dekat, dan saya belum memutuskan perguruan tinggi dan jurusan apa yang akan
sayaa ambil. Saya pun banyak berdiskusi dengan orang tua, teman, kakak kelas, dan
mencari info-info dari internet. Orang tua saya menyerahkan penuh keputusan
kepada saya, mereka tidak ingin memaksa saya menjadi apa yang mereka mau.
Mereka hanya mengarahkan yang terbaik untuk saya sesuai pilihan hati saya
sendiri. Tapi ayah saya menyarankan untuk menjadi guru. Mungkin beliau ingin
saya mendapat pekerjaan yang pasti dan jadi PNS. Memang sih guru adalah
pekerjaan yang mulia. Tapi saya merasa passion saya tidak di situ. Namun saya tetap
memilih Universitas dengan jurusan pendidikan, walaupun hanya di pilihan ke
dua.
Sementara itu, saya masih
bingung memikirkan perguruan tinggi mana yang akan saya jadikan pilihan
pertama. Kalau secara kualitas dan ketenaran, saya memang berniat memilih UGM.
Apalagi melihat jejak kakak-kakak kelas saya yang banyak diterima di sana, saya
menjadi percaya diri hehe. Namun entah kenapa sangat sulit menentukan jurusan
yang sesuai dengan hati saya. Saya sempat berkali-kali berubah pikiran tentang
jurusan yang akan saya pilih di UGM. Ingin kehutanan, tapi takut berat fisiknya.
Ingin ilmu komputer, tapi takut ribet. Ingin kedokteran hewan, tapi takut ular.
Akhirnya, saya berniat memilih jurusan
di bidang pertanian, yaitu Agribisnis dan Agronomi, ya walaupun masih
ragu-ragu.
Selang beberapa hari kemudian,
sebuah pencerahan datang. Tim sosialisasi dari IPB datang SMA saya bersama para
alumni SMA yang sekarang berkuliah di IPB. Spesialnya lagi, Rektor IPB yang
merupakan alumni SMA N 1 Banjarnegara turut hadir menjadi pembicara dalam
sosialisasi dan menjadi pembina upacara. Saya begitu terkesan dengan
pembawaannya yang kharismatik dan wibawanya yang keluar saat berbicara di depan
umum. Saya terbius oleh kata-katanya. Saya terharu, beliau yang seorang anak
dari desa di sebuah kabupaten kecil Banjarnegara, yang tidak banyak orang tau,
ternyata sanggup menjadi Rektor IPB, salah satu perguruan tinggi terbesar di
Indonesia. Dan entah kenapa saya sempat meneteskan air mata (ini rahasia ya
:malu: ). Mungkin bisa dibilang lebay,
tapi saya memang merasakan sesuatu yang aneh, yang merasuk diri saya, yang
membuat saya tergugah untuk meraih cita-cita saya setinggi mungkin dan tergugah
untuk memajukan pertanian demi kelangsungan hidup bangsa yang lebih baik.
Saya sadar, pertanian memegang
peran yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Tanpa pertanian, orang tidak
punya bahan untuk dimakan. Kalau sudah begitu, mungkin lama-lama orang akan
mati kelaparan. Namun sayangnya, sektor pertanian di negeri ini masih dalam
kondisi yang memprihatinkan. Banyaknya impor bahan pangan dari luar negeri
sangat kontras dengan Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris. Mungkin
lama-kelamaan Indonesia bukan negara agraris lagi. Belum lagi keadaan petani
yang jauh dari sejahtera menyebabkan banyak orang lebih memilih untuk bekerja
di sektor lain daripada menjadi seorang petani. Lalu, siapa lagi yang akan
mengolah lahan pertanian? Lahan pertanian pun dikonversi menjadi
bangunan-bangunan, permukiman, jalan tol, dsb. Maka tidak heran jika kondisi pertanian
menjadi mengkhawatirkan.
Selama menjadi anggota Kelompok
Ilmiah Remaja di SMA, bidang yang paling sering saya teliti adalah bidang
pertanian. Saya melakukan penelitian pada lahan kentang di Dieng. Dari situlah
saya melihat langsung betapa beratnya tanggungan petani sedangkan apa yang
mereka dapatkan sangat sedikit. Oke lah tidak usah berpanjang-panjang lagi
menceritakan tentang mirisnya kondisi pertanian, intinya saya ingin terjun ke
bidang pertanian, mengubah pertanian dan para petani menjadi lebih sejahtera.
Mungkin banyak yang menganggap pertanian adalah sesuatu yang
kuno, tidak ngetrend, dan kotor. Tapi
saya memandang sektor pertanian mempunyai peluang yang cukup besar. Apalagi
melihat banyak alumni IPB yang menjadi orang besar, sudah tidak diragukan lagi
kualitas IPB terutama di bidang pertanian.
Saya mulai memantapkan hati
untuk memilih IPB. Hanya satu hal yang membuat saya galau: jarak. Banjarnegara-Bogor
jaraknya lumayan jauh, sekitar 12 jam jika ditempuh dengan bis. Dibandingkan
dengan Bogor, Yogyakarta atau Semarang memang lebih terjangkau bagi saya,
apalagi saya sering sakit dan tak bisa jauh dari orang tua. Tapi orang tua saya
meyakinkan saya kalau saya bisa dan saya kuat. Ya, merekalah kekuatan terbesar
saya.
Tanggal 19 Februari 2013, tepat
hari ulang tahun yang ke-18, saya mendaftar SNMPTN. Setelah berhari-hari
melakukan sholat istikharah dan mempertimbangkan matang-matang, akhirnya saya
mantap memilih IPB di pilihan pertama dengan prodi Teknologi Industri Pertanian
– Agronomi dan Hortikultura. Sementara di pilihan kedua, saya memilih
Pendidikan Kimia – Pendidikan Matematika UNNES.
Tepat hari Senin, 27 Mei 2013,
hasil SNMPTN diumumkan. Waktu itu bertepatan dengan hari pelepasan dan wisuda
di SMA saya. Pukul 16.00 saya membuka web SNMPTN, dan Alhamdulillah saya
diterima di IPB jurusan Teknologi Industri Pertanian, pilihan pertama saya.
Sementara itu, beberapa hari sebelumnya saya juga dinyatakan lolos seleksi
tahap I STIS (Sekolah Tinggi Ilmu Statistika).
Memang sudah takdir saya untuk
berada di IPB, saya tidak lolos seleksi tahap II STIS. Saya tidak menyesalinya,
karena saya sudah terlanjur cinta dengan IPB. Bagi saya, IPB adalah tempat
terbaik. IPB adalah jembatan yang harus saya lalui untuk meraih mimpi-mimpi
saya dan memajukan bangsa Indonesia, terutama di bidang Pertanian. Semoga Allah
memeluk mimpi-mimpi saya dan memudahkan saya untuk meraihnya. Aamiin.
0 komentar:
Posting Komentar