IPB memang kampus spesial, beerbeda dari
kampus-kampus lain. Di IPB, mahasiswa baru yang diterima lewat jalur undangan berhak
mendapat matrikulasi selama sebulan. Matrikulasi merupakan kuliah ‘hadiah’ bagi
mahasiswa yang diterima via jalur SNMPTN untuk meringankan beban kuliah di masa
kuliah reguler nanti (kalau lulus). Hanya
ada empat macam mata kuliah yang diberikan untuk matrikulasi, yaitu Landasan
Matematika, Fisika, Fisika Dasar, dan Kimia Umum. Pembagian Mata Kuliah
tersebut sesuai dengan Fakultas masing-masing. Untuk Landasan Matematika (kelas
P): Faperta, FKH, FPIK (kecuali ITK), Fapet, Fahutan (kecuali MNH), Biologi,
dan Ilmu Gizi; Fisika (kelas Q): Manajemen Hutan, FATETA, dan FMIPA (kecuali
Biologi dan Fisika); Fisika Dasar (kelas Q): ITK dan Fisika; Kimia Umum (kelas
R & S): FEM dan FEMA (kecuali Ilmu Gizi).
Sesuai dengan jurusan saya, Teknologi Industri Pertanian
(FATETA), saya mendapat mata kuliah fisika untuk matrikulasi. Menurut pendapat
kakak-kakak kelas, mata kuliah fisika dan fisika dasar memang yang paling berat
dan padat. Ada kuliah, responsi, dan praktikum. Bahkan hari Sabtu pun tetap ada
kuliah. Tapi ada untungnya juga, kalau sudah lulus di matrikulasi jadi lebih
ringan di kuliah reguler nanti karena berkurang 3 SKS.
Matrikulasi dimulai hari
Senin, 1 Juli 2013 sampai 30 Juli 2013, sebulan penuh. Saya mendapat kelas di
Q02. Hari pertama masuk, kami disambut oleh dua kakak senior yang memberi bimbingan
tentang sistem kuliah di sini. Kami juga
melakukan pemilihan Komti (komandan tingkat), semacam ketua kelas kalau di
sekolah. Jujur saya saat itu saya masih bingung, belum mengenal siapapun. Tidak
ada teman selorong maupun sedaerah yang sekelas. Saya juga bukan tipe anak yang
mudah bergaul, kecuali orang lain yang mendekati saya lebih dulu.
Hari itu juga, saya langsung mendapat kuliah dari Dosen. Tidak
ada santai-santai hari pertama seperti masa-masa sekolah dulu. Beruntung, saya
mendapat Dosen yang enak dan baik, Pak Dahlan. Beliau sangat pintar dan
berwibawa, dalam menerangkan juga cukup jelas. Kadang-kadang dalam kuliah,
beliau menyisipkan pesan-pesan moral untuk pendidikan karakter maupun akhlak
kami. Benar-benar tidak seperti dugaan awal saya yang mengira Dosen hanyalah
pengajar bukan pendidik. Ternyata, cita-cita awal beliau memang menjadi seorang
Guru, bukan Dosen.
Di kelas saya, ada sekitar 60-an anak yang dominan dari FATETA
dan FMIPA. Kami dibagi ke dalam kelompok-kelompok tugas yang berjumlah sepuluh
orang dalam satu kelompok. Pembagian kelompok tersebut berdasarkan pada urutan
NIM, kebetulan kelompok saya terdiri dari anak-anak ITP dan TIN, 3 laki-laki
dan 7 perempuan termasuk saya. Dari tampang, saya bisa melihat mereka adalah
anak-anak pintar. Saya pun minder. Tapi mereka baik dan tidak sombong. Saya
jadi termotivasi untuk lebih giat belajar.
Setiap kuliah, kami diberi tugas yang harus dikumpulkan sebelum
kuliah selanjutnya dimulai. Saat itu benar-benar masa-masa sibuk, karena kami
hampir setiap hari kerja kelompok untuk mengerjakan tugas. Berbeda dengan anak
LM yang tak sesibuk ini, apalagi Kimum yang hanya kuliah 3 hari dalam seminggu
tanpa responsi dan praktikum. Anak-anak kelas Q memang perlu perjuangan dan
tenaga lebih dari yang lain, tapi saya bangga menjadi anak kelas Q. J
Selain tugas kuliah, kami juga diberi tugas praktikum berupa
Tugas Pendahuluan sebelum praktikum dan laporan sesudah praktikum. Nah, tugas
laporan inilah yang cukup menguras tenaga, karena setiap minggu ada dua laporan
yang harus dikumpulkan. Tapi masih mending dibandingkan saat di akuliah reguler
nanti. Jadi bersyukurlah bagi yang mendapat matrikulasi fisika. Pasalnya,
anak-anak non undangan yang mendapat mata kuliah fisika di reguler selain Tugas
Pendahuluan dan laporan juga harus membuat rancangan kerja.
Dalam praktikum, satu kelas dibagi menjadi dua lab, dan satu lab
dibagi menjadi 11 kelompok. Kebetulan, saya satu kelompok dengan orang Batak
dan orang Bogor. Setiap praktikum, ada kakak Asprak (asisten praktikum) yang
mendampingi kami. Beruntung, kelas kami mendapat kakak-kakak asprak yang baik.
Nilai praktikum benar-benar sangat membantu nilai akhir, yang penting kita
serius mengerjakan laporan dan tugas, serta berkelakuan yang baik,
Tepat hari Minggu tanggal 7 Juli 2013, saya bersama teman-teman
lorong jalan-jalan ke pasar kaget di sebelah kampus. Setiap hari Minggu memang
selalu ada pasar kaget yang berdiri di pinggir jalan, tepatnya di Bara (Babakan
Raya). Jalan Bara yang sudah sempit pun bertambah sesak. Hari itu pertama
kalinya saya kesana karena penasaran dengan harga-harganya yang katanya murah.
Saya pun membeli toples kecil dan hanger. Kemudian saya dan teman-teman
melihat-lihat lapak-lapak yang ada di sana. Memang lumayan murah sih, tapi
entah dengan kualitasnya.
Dalam perjalanan, saya sengaja memindahkan HP dari saku celana
ke kantong tas saya, karena takut terjatuh jika diletakkan di saku. Namun
sayangnya, saya terlalu ceroboh. Saat saya sadar, HP itu sudah hilang dari saku
tas beserta uang 21ribu. Tidak salah lagi, pasti dicopet, karena tak lama
kemudian nomernya sudah tidak aktif lagi. Walaupun HP saya gak bagus-bagus
amat, tapi yang paling disayangkan adalah nomernya, kontak, dan kenangannya
(:v). Mungkin ini pertanda saya harus move on (eh). Untungnya saya tidak
menaruh dompet di saku kecil, tapi di saku dalam. Kalau dompetnya juga ikut
hilang, entah apa jadinya saya. Untungnya lagi, saya masih punya satu HP,
walaupun jadul. Ya, segalanya memang harus disyukuri. Kenyataan sepahit apapun,
pasti ada hal kecil yang patut untuk disyukuri.
Tanggal 10 Juli 2013, hari pertama di bulan Ramadhan. Kali
pertama saya melewati Ramadhan tanpa keluarga. Kali pertama saya menikmati
Ramadhan sebagai “insan asrama” bersama keluarga baru saya di sini. Ramadhan
kali ini memang bukan Ramadhan biasa. Saya menemukan esensi berbeda, yang cukup
mendalam dari Ramadhan kali ini. Mungkin karena suasana kampus terutama asrama
yang begitu religius. Setiap sahur ada yang membangunkan, sahur bersama, sholat
subuh berjamaah dilanjut membaca Al Ma’surat, buka bersama, sholat isya dan
tarawih berjamaah, serta tausyiah. Banyak sekali ilmu dan hikmah yang saya
dapatkan di sini.
Saya jadi teringat saat Bulan Ramadhan di rumah, setiap hari Ibu
selalu memasak untuk sahur dan buka puasa. Masakan ibu memang paling juara.
Tapi di sini, saya harus mencari makan sendiri untuk buka puasa. Untungnya
untuk sahur ada jasa catering yang siap mengantar makanan sampai kamar. Saya
bersyukur bisa merasakan matrikulasi di sini.
Bulan Ramadhan di IPB semakin berkesan dengan adanya UTS dan
UAS. Baru dua minggu kuliah, kami sudah harus menghadapi UTS. Rasanya waktu
seperti berputar lebih cepat. UTS adalah ujian pertama kami di IPB. Karenanya,
kami harus mempersiapkan dengan matang, benar-benar dengan matang. IPB
merupakan kampus bersih, termasuk bersih dari kecurangan akademik atau
mencontek. Karena itu, tidak ada yang bisa diandalkan selain diri sendiri.
Mencontek adalah hal paling fatal jika dilakukan di IPB. Itulah yang membuat saya
nyaman berada di sini. Saya merasa semuanya adil karena hasil ujian adalah
hasil kerja keras kita sendiri. Memang saya bukan yang terbaik, saya juga bukan
yang paling pintar, tapi saya merasa ikhlas ujian karena di sekitar saya tidak
ada kecurangan. Inilah keadaan yang saya dambakan dari dulu.
Dua minggu kemudian, UAS pun datang. Saya merasa senang
sekaligus sedih. Senang karena sebentar lagi pulang, dan sedih karena UAS yang
berarti kebersamaan kami selama sebulan akan terpisah sementara. Padahal saya sudah
mulai nyaman berada di sini. Tapi, saya sangat rindu keluarga saya.
Tanggal 31 Juli, saya pun pulang ke Banjarnegara bersama
teman-teman dan kakak-kakak IKAMABARA. Kepulangan saya disambut suka cita oleh
keluarga saya. Saya senang, terharu, karena saya telah melaksanakan matrikulasi
dengan hasil yang cukup baik. Alhamdulillah saya mendapat AB, walaupun
mepet-mepet, hehe. Saya bersyukur bisa merasakan matrikulasi. Mungkin
teman-teman yang lain masih berkumpul dengan keluarganya, masih santai liburan
di rumah, masih tanpa beban kuliah. Tapi saya di sini sudah memulai dulu,
memulai hidup dengan keluarga baru.
Sebulan matrikulasi yang sangat berarti. Tiga minggu Ramadhan
sebagai insan asrama. Sungguh, pengalaman yang takkan terlupakan. Saya
bersyukur bisa menjadi bagian dari Generasi Emas IPB. Saya pun yakin akan ada
banyak pengalaman di depan saya nanti. Inilah jembatan saya, jembatan untuk
menuju masa depan saya yang cemerlang. Semoga Allah senantiasa membimbing dan
memudahkan jalan saya. Aamiin.
251213