BLOGGER TEMPLATES Funny Pictures

Rabu, 19 Februari 2014

19th 19


            Rabu, 19 Februari 2014 adalah kali ke-19 saya menemui tanggal 19 di bulan Februari; hari ulang tahun saya yang ke-19. Alhamdulillah saya masih diberi kesempatan untuk hidup sampai hari ini. Bagi saya, Hari Ulang Tahun bukanlah hari yang spesial untuk bersenang-senang, tapi hari untuk bersyukur karena masih diberi hidup oleh Allah. Bahkan saya sedih karena itu artinya umur saya berkurang. Selain itu saya sedih karena sedang jauh dari orang tua, walaupun doa dari mereka selalu mengiringi saya. Tapi kesedihan itu terhapus karena masih ada sahabat-sahabat dan teman-teman saya yang memberi ucapan, doa, bahkan kado. Terima kasih. J
Sudah cukup lama saya diberi kesempatan hidup di dunia ini, tapi apa yang saya lakukan masih belum seberapa. 19 tahun bukanlah usia anak-anak lagi, bahkan mungkin sudah bukan remaja lagi, tapi menginjak dewasa. Saya tidak tau apakah sekarang ini saya sudah bisa dibilang dewasa, tapi mau tidak mau mulai hari ini saya harus bersikap lebih dewasa. Kedewasaan memang bukan dilihat dari umur, tapi dari bagaimana kita menyikapi setiap keadaan dan masalah yang ada.
            Selama ini saya berusaha menjadi dewasa dengan menerapkan ‘ikhlas’. Bagi saya, ikhlas adalah pondasi. Mungkin saya sering jengkel terhadap sesuatu, tapi ikhlas membuat saya mau tidak mau harus rela menerima. Ikhlas bukanlah sesuatu yang mudah, bahkan saya harus ‘memaksa’ diri saya dulu agar bisa ikhlas dengan tulus. Ikhlas adalah pangkal kebahagiaan abadi dari hati.
            Di ulang tahun yang ke-19 ini saya punya 19 harapan:
1.        Lebih ikhlas dalam segala hal.
2.       Lebih sehat, orang tua juga sehat dan panjang umur.
3.      Diberi rizki yang cukup tanpa kekurangan.
4.       Lebih rajin ibadah.
5.       Istiqomah One Day One Juz.
6.       Lebih rajin belajar.
7.       Tidak ngantuk saat kuliah.
8.       Dimudahkan dalam UTS, UAS, UP, dan ujian lain.
9.       Mendapat nilai A di semua mata kuliah.
10.   Mendapat IP 4,00.
11.     Ikut Organisasi/kepanitiaan.
12.    Ikut bina desa.
13.   Mendapat beasiswa prestasi.
14.    Lebih produktif menulis.
15.    Ikut dan lolos PKM.
16.    Menyelesaikan novel minimal 1.
17.    xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
18.    Bisa adaptasi dan lancar kuliah di departemen.
19.    Punya banyak sahabat.
Semoga harapan-harapan saya selama di umur 19 tahun ini bisa terwujud. Aamiin.
:) 

Sabtu, 15 Februari 2014

BTS of Matrikulasi



          IPB memang kampus spesial, beerbeda dari kampus-kampus lain. Di IPB, mahasiswa baru  yang diterima lewat jalur undangan berhak mendapat matrikulasi selama sebulan. Matrikulasi merupakan kuliah ‘hadiah’ bagi mahasiswa yang diterima via jalur SNMPTN untuk meringankan beban kuliah di masa kuliah reguler nanti (kalau lulus).  Hanya ada empat macam mata kuliah yang diberikan untuk matrikulasi, yaitu Landasan Matematika, Fisika, Fisika Dasar, dan Kimia Umum. Pembagian Mata Kuliah tersebut sesuai dengan Fakultas masing-masing. Untuk Landasan Matematika (kelas P): Faperta, FKH, FPIK (kecuali ITK), Fapet, Fahutan (kecuali MNH), Biologi, dan Ilmu Gizi; Fisika (kelas Q): Manajemen Hutan, FATETA, dan FMIPA (kecuali Biologi dan Fisika); Fisika Dasar (kelas Q): ITK dan Fisika; Kimia Umum (kelas R & S): FEM dan FEMA (kecuali Ilmu Gizi).
Sesuai dengan jurusan saya, Teknologi Industri Pertanian (FATETA), saya mendapat mata kuliah fisika untuk matrikulasi. Menurut pendapat kakak-kakak kelas, mata kuliah fisika dan fisika dasar memang yang paling berat dan padat. Ada kuliah, responsi, dan praktikum. Bahkan hari Sabtu pun tetap ada kuliah. Tapi ada untungnya juga, kalau sudah lulus di matrikulasi jadi lebih ringan di kuliah reguler nanti karena berkurang 3 SKS.
 Matrikulasi dimulai hari Senin, 1 Juli 2013 sampai 30 Juli 2013, sebulan penuh. Saya mendapat kelas di Q02. Hari pertama masuk, kami disambut oleh dua kakak senior yang memberi bimbingan tentang sistem kuliah di sini.  Kami juga melakukan pemilihan Komti (komandan tingkat), semacam ketua kelas kalau di sekolah. Jujur saya saat itu saya masih bingung, belum mengenal siapapun. Tidak ada teman selorong maupun sedaerah yang sekelas. Saya juga bukan tipe anak yang mudah bergaul, kecuali orang lain yang mendekati saya lebih dulu.
Hari itu juga, saya langsung mendapat kuliah dari Dosen. Tidak ada santai-santai hari pertama seperti masa-masa sekolah dulu. Beruntung, saya mendapat Dosen yang enak dan baik, Pak Dahlan. Beliau sangat pintar dan berwibawa, dalam menerangkan juga cukup jelas. Kadang-kadang dalam kuliah, beliau menyisipkan pesan-pesan moral untuk pendidikan karakter maupun akhlak kami. Benar-benar tidak seperti dugaan awal saya yang mengira Dosen hanyalah pengajar bukan pendidik. Ternyata, cita-cita awal beliau memang menjadi seorang Guru, bukan Dosen.
Di kelas saya, ada sekitar 60-an anak yang dominan dari FATETA dan FMIPA. Kami dibagi ke dalam kelompok-kelompok tugas yang berjumlah sepuluh orang dalam satu kelompok. Pembagian kelompok tersebut berdasarkan pada urutan NIM, kebetulan kelompok saya terdiri dari anak-anak ITP dan TIN, 3 laki-laki dan 7 perempuan termasuk saya. Dari tampang, saya bisa melihat mereka adalah anak-anak pintar. Saya pun minder. Tapi mereka baik dan tidak sombong. Saya jadi termotivasi untuk lebih giat belajar.
Setiap kuliah, kami diberi tugas yang harus dikumpulkan sebelum kuliah selanjutnya dimulai. Saat itu benar-benar masa-masa sibuk, karena kami hampir setiap hari kerja kelompok untuk mengerjakan tugas. Berbeda dengan anak LM yang tak sesibuk ini, apalagi Kimum yang hanya kuliah 3 hari dalam seminggu tanpa responsi dan praktikum. Anak-anak kelas Q memang perlu perjuangan dan tenaga lebih dari yang lain, tapi saya bangga menjadi anak kelas Q. J
Selain tugas kuliah, kami juga diberi tugas praktikum berupa Tugas Pendahuluan sebelum praktikum dan laporan sesudah praktikum. Nah, tugas laporan inilah yang cukup menguras tenaga, karena setiap minggu ada dua laporan yang harus dikumpulkan. Tapi masih mending dibandingkan saat di akuliah reguler nanti. Jadi bersyukurlah bagi yang mendapat matrikulasi fisika. Pasalnya, anak-anak non undangan yang mendapat mata kuliah fisika di reguler selain Tugas Pendahuluan dan laporan juga harus membuat rancangan kerja.
Dalam praktikum, satu kelas dibagi menjadi dua lab, dan satu lab dibagi menjadi 11 kelompok. Kebetulan, saya satu kelompok dengan orang Batak dan orang Bogor. Setiap praktikum, ada kakak Asprak (asisten praktikum) yang mendampingi kami. Beruntung, kelas kami mendapat kakak-kakak asprak yang baik. Nilai praktikum benar-benar sangat membantu nilai akhir, yang penting kita serius mengerjakan laporan dan tugas, serta berkelakuan yang baik,
Tepat hari Minggu tanggal 7 Juli 2013, saya bersama teman-teman lorong jalan-jalan ke pasar kaget di sebelah kampus. Setiap hari Minggu memang selalu ada pasar kaget yang berdiri di pinggir jalan, tepatnya di Bara (Babakan Raya). Jalan Bara yang sudah sempit pun bertambah sesak. Hari itu pertama kalinya saya kesana karena penasaran dengan harga-harganya yang katanya murah. Saya pun membeli toples kecil dan hanger. Kemudian saya dan teman-teman melihat-lihat lapak-lapak yang ada di sana. Memang lumayan murah sih, tapi entah dengan kualitasnya.
Dalam perjalanan, saya sengaja memindahkan HP dari saku celana ke kantong tas saya, karena takut terjatuh jika diletakkan di saku. Namun sayangnya, saya terlalu ceroboh. Saat saya sadar, HP itu sudah hilang dari saku tas beserta uang 21ribu. Tidak salah lagi, pasti dicopet, karena tak lama kemudian nomernya sudah tidak aktif lagi. Walaupun HP saya gak bagus-bagus amat, tapi yang paling disayangkan adalah nomernya, kontak, dan kenangannya (:v). Mungkin ini pertanda saya harus move on (eh). Untungnya saya tidak menaruh dompet di saku kecil, tapi di saku dalam. Kalau dompetnya juga ikut hilang, entah apa jadinya saya. Untungnya lagi, saya masih punya satu HP, walaupun jadul. Ya, segalanya memang harus disyukuri. Kenyataan sepahit apapun, pasti ada hal kecil yang patut untuk disyukuri.
Tanggal 10 Juli 2013, hari pertama di bulan Ramadhan. Kali pertama saya melewati Ramadhan tanpa keluarga. Kali pertama saya menikmati Ramadhan sebagai “insan asrama” bersama keluarga baru saya di sini. Ramadhan kali ini memang bukan Ramadhan biasa. Saya menemukan esensi berbeda, yang cukup mendalam dari Ramadhan kali ini. Mungkin karena suasana kampus terutama asrama yang begitu religius. Setiap sahur ada yang membangunkan, sahur bersama, sholat subuh berjamaah dilanjut membaca Al Ma’surat, buka bersama, sholat isya dan tarawih berjamaah, serta tausyiah. Banyak sekali ilmu dan hikmah yang saya dapatkan di sini.
Saya jadi teringat saat Bulan Ramadhan di rumah, setiap hari Ibu selalu memasak untuk sahur dan buka puasa. Masakan ibu memang paling juara. Tapi di sini, saya harus mencari makan sendiri untuk buka puasa. Untungnya untuk sahur ada jasa catering yang siap mengantar makanan sampai kamar. Saya bersyukur bisa merasakan matrikulasi di sini.
Bulan Ramadhan di IPB semakin berkesan dengan adanya UTS dan UAS. Baru dua minggu kuliah, kami sudah harus menghadapi UTS. Rasanya waktu seperti berputar lebih cepat. UTS adalah ujian pertama kami di IPB. Karenanya, kami harus mempersiapkan dengan matang, benar-benar dengan matang. IPB merupakan kampus bersih, termasuk bersih dari kecurangan akademik atau mencontek. Karena itu, tidak ada yang bisa diandalkan selain diri sendiri. Mencontek adalah hal paling fatal jika dilakukan di IPB. Itulah yang membuat saya nyaman berada di sini. Saya merasa semuanya adil karena hasil ujian adalah hasil kerja keras kita sendiri. Memang saya bukan yang terbaik, saya juga bukan yang paling pintar, tapi saya merasa ikhlas ujian karena di sekitar saya tidak ada kecurangan. Inilah keadaan yang saya dambakan dari dulu.
Dua minggu kemudian, UAS pun datang. Saya merasa senang sekaligus sedih. Senang karena sebentar lagi pulang, dan sedih karena UAS yang berarti kebersamaan kami selama sebulan akan terpisah sementara. Padahal saya sudah mulai nyaman berada di sini. Tapi, saya sangat rindu keluarga saya.
Tanggal 31 Juli, saya pun pulang ke Banjarnegara bersama teman-teman dan kakak-kakak IKAMABARA. Kepulangan saya disambut suka cita oleh keluarga saya. Saya senang, terharu, karena saya telah melaksanakan matrikulasi dengan hasil yang cukup baik. Alhamdulillah saya mendapat AB, walaupun mepet-mepet, hehe. Saya bersyukur bisa merasakan matrikulasi. Mungkin teman-teman yang lain masih berkumpul dengan keluarganya, masih santai liburan di rumah, masih tanpa beban kuliah. Tapi saya di sini sudah memulai dulu, memulai hidup dengan keluarga baru.
Sebulan matrikulasi yang sangat berarti. Tiga minggu Ramadhan sebagai insan asrama. Sungguh, pengalaman yang takkan terlupakan. Saya bersyukur bisa menjadi bagian dari Generasi Emas IPB. Saya pun yakin akan ada banyak pengalaman di depan saya nanti. Inilah jembatan saya, jembatan untuk menuju masa depan saya yang cemerlang. Semoga Allah senantiasa membimbing dan memudahkan jalan saya. Aamiin.

251213

The Reason I choose IPB

                Masa-masa kelas XII adalah masa-masa galau menentukan masa depan. Pertanyaan tentang masa depan dan perguruan tinggi tujuan datang bertubi-tubi, entah dari orang lain, maupun dari diri sendiri. Bagi yang sudah matang merencanakan masa depan mungkin bisa dengan enteng menjawabnya. Tapi bagi yang belum, apakah kalian merasa kesal dihantui pertanyaan serupa hampir setiap hari?
                Saya juga sama. Dulu, saya juga sempat galau menentukan tempat di mana saya akan melanjutkan belajar. Sebenarnya dari kelas X saya sudah mantap ingin masuk jurusan Teknik Informatika. Tapi lama-lama saya bosan belajar informatika yang penuh dengan algoritma dan semacamnya yang membuat saya pusing . Saya pun beralih minat ke psikologi, karena saya memang suka menjadi tempat curahan hati teman. Tapi melihat peluang ke depannya, sepertinya menjadi psikolog tidak begitu menjamin untuk saya. Pasalnya, menjadi psikolog hanya cocok bila di kota-kota besar. Sedangkan saya tidak berminat tinggal di kota besar, saya hanya ingin tinggal tenteram mengabdi di Banjarnegara (cie). Jadi kemungkinannya kecil orang-orang desa mencari psikolog saat bermasalah.
                Selain itu, saya juga ingin masuk Sastra Nusantara UGM. Kedengarannya keren ya sastra nusantara gitu. Tapi masuk sastra, mau jadi apa? Saya pikir, masuk sastra kalau cuma punya bakat setengah-setengah akan sia-sia. Sastrawan terkenal adalah para sastrawan yang hebat-hebat di bidangnya. Kalau saya, saya bisa apa? Lagi pula, di jalur SNMPTN undangan tidak diperbolehkan untuk lintas jurusa. Karena saya dari IPA, jadi saya harus memilih jurusan di bidang IPA juga. Saya pun harus mengubur keinginan saya terhadap jurusan-jurusan bidang IPS. Btw saya juga sempat tertarik jurusan Ilmu Komunikasi, padahal saya kurang suka berbicara di depan umum.
                Waktu pendaftaran SNMPTN pun semakin dekat, dan saya belum memutuskan perguruan tinggi dan jurusan apa yang akan sayaa ambil. Saya pun banyak berdiskusi dengan orang tua, teman, kakak kelas, dan mencari info-info dari internet. Orang tua saya menyerahkan penuh keputusan kepada saya, mereka tidak ingin memaksa saya menjadi apa yang mereka mau. Mereka hanya mengarahkan yang terbaik untuk saya sesuai pilihan hati saya sendiri. Tapi ayah saya menyarankan untuk menjadi guru. Mungkin beliau ingin saya mendapat pekerjaan yang pasti dan jadi PNS. Memang sih guru adalah pekerjaan yang mulia. Tapi saya merasa passion saya tidak di situ. Namun saya tetap memilih Universitas dengan jurusan pendidikan, walaupun hanya di pilihan ke dua.
                Sementara itu, saya masih bingung memikirkan perguruan tinggi mana yang akan saya jadikan pilihan pertama. Kalau secara kualitas dan ketenaran, saya memang berniat memilih UGM. Apalagi melihat jejak kakak-kakak kelas saya yang banyak diterima di sana, saya menjadi percaya diri hehe. Namun entah kenapa sangat sulit menentukan jurusan yang sesuai dengan hati saya. Saya sempat berkali-kali berubah pikiran tentang jurusan yang akan saya pilih di UGM. Ingin kehutanan, tapi takut berat fisiknya. Ingin ilmu komputer, tapi takut ribet. Ingin kedokteran hewan, tapi takut ular. Akhirnya, saya berniat memilih  jurusan di bidang pertanian, yaitu Agribisnis dan Agronomi, ya walaupun masih ragu-ragu.
                Selang beberapa hari kemudian, sebuah pencerahan datang. Tim sosialisasi dari IPB datang SMA saya bersama para alumni SMA yang sekarang berkuliah di IPB. Spesialnya lagi, Rektor IPB yang merupakan alumni SMA N 1 Banjarnegara turut hadir menjadi pembicara dalam sosialisasi dan menjadi pembina upacara. Saya begitu terkesan dengan pembawaannya yang kharismatik dan wibawanya yang keluar saat berbicara di depan umum. Saya terbius oleh kata-katanya. Saya terharu, beliau yang seorang anak dari desa di sebuah kabupaten kecil Banjarnegara, yang tidak banyak orang tau, ternyata sanggup menjadi Rektor IPB, salah satu perguruan tinggi terbesar di Indonesia. Dan entah kenapa saya sempat meneteskan air mata (ini rahasia ya :malu: ). Mungkin bisa dibilang lebay, tapi saya memang merasakan sesuatu yang aneh, yang merasuk diri saya, yang membuat saya tergugah untuk meraih cita-cita saya setinggi mungkin dan tergugah untuk memajukan pertanian demi kelangsungan hidup bangsa yang lebih baik.
                Saya sadar, pertanian memegang peran yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Tanpa pertanian, orang tidak punya bahan untuk dimakan. Kalau sudah begitu, mungkin lama-lama orang akan mati kelaparan. Namun sayangnya, sektor pertanian di negeri ini masih dalam kondisi yang memprihatinkan. Banyaknya impor bahan pangan dari luar negeri sangat kontras dengan Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris. Mungkin lama-kelamaan Indonesia bukan negara agraris lagi. Belum lagi keadaan petani yang jauh dari sejahtera menyebabkan banyak orang lebih memilih untuk bekerja di sektor lain daripada menjadi seorang petani. Lalu, siapa lagi yang akan mengolah lahan pertanian? Lahan pertanian pun dikonversi menjadi bangunan-bangunan, permukiman, jalan tol, dsb. Maka tidak heran jika kondisi pertanian menjadi mengkhawatirkan.
                Selama menjadi anggota Kelompok Ilmiah Remaja di SMA, bidang yang paling sering saya teliti adalah bidang pertanian. Saya melakukan penelitian pada lahan kentang di Dieng. Dari situlah saya melihat langsung betapa beratnya tanggungan petani sedangkan apa yang mereka dapatkan sangat sedikit. Oke lah tidak usah berpanjang-panjang lagi menceritakan tentang mirisnya kondisi pertanian, intinya saya ingin terjun ke bidang pertanian, mengubah pertanian dan para petani menjadi lebih sejahtera.
Mungkin banyak yang menganggap pertanian adalah sesuatu yang kuno, tidak ngetrend, dan kotor.  Tapi saya memandang sektor pertanian mempunyai peluang yang cukup besar. Apalagi melihat banyak alumni IPB yang menjadi orang besar, sudah tidak diragukan lagi kualitas IPB terutama di bidang pertanian.
                Saya mulai memantapkan hati untuk memilih IPB. Hanya satu hal yang membuat saya galau: jarak. Banjarnegara-Bogor jaraknya lumayan jauh, sekitar 12 jam jika ditempuh dengan bis. Dibandingkan dengan Bogor, Yogyakarta atau Semarang memang lebih terjangkau bagi saya, apalagi saya sering sakit dan tak bisa jauh dari orang tua. Tapi orang tua saya meyakinkan saya kalau saya bisa dan saya kuat. Ya, merekalah kekuatan terbesar saya.
                Tanggal 19 Februari 2013, tepat hari ulang tahun yang ke-18, saya mendaftar SNMPTN. Setelah berhari-hari melakukan sholat istikharah dan mempertimbangkan matang-matang, akhirnya saya mantap memilih IPB di pilihan pertama dengan prodi Teknologi Industri Pertanian – Agronomi dan Hortikultura. Sementara di pilihan kedua, saya memilih Pendidikan Kimia – Pendidikan Matematika UNNES.
                Tepat hari Senin, 27 Mei 2013, hasil SNMPTN diumumkan. Waktu itu bertepatan dengan hari pelepasan dan wisuda di SMA saya. Pukul 16.00 saya membuka web SNMPTN, dan Alhamdulillah saya diterima di IPB jurusan Teknologi Industri Pertanian, pilihan pertama saya. Sementara itu, beberapa hari sebelumnya saya juga dinyatakan lolos seleksi tahap I STIS (Sekolah Tinggi Ilmu Statistika).
                Memang sudah takdir saya untuk berada di IPB, saya tidak lolos seleksi tahap II STIS. Saya tidak menyesalinya, karena saya sudah terlanjur cinta dengan IPB. Bagi saya, IPB adalah tempat terbaik. IPB adalah jembatan yang harus saya lalui untuk meraih mimpi-mimpi saya dan memajukan bangsa Indonesia, terutama di bidang Pertanian. Semoga Allah memeluk mimpi-mimpi saya dan memudahkan saya untuk meraihnya. Aamiin.